Di usianya yang ke 17 bulan kembali lagi nesia terkena sembelit/konstipasi...sudah 3 hari tidak bisa PUP...ya Allah...sepertinya rasanya sakit sekali...setiap kali ada keinginan PUP, ia mengejan sambil menangis menahan sakit...sudah diberikan pepaya, yakult maupun lacto B, tetap saja belum mengatasi masalah sembelit nesia...akhirnya kami memutuskan ke dokter...sepertinya karena pemberian wortel setiap hari dan kurang minum air putih yang menyebabkan nesia sulit PUP...alhamdulillah...sore hari dan keesokan paginya nesia bisa PUP, meskipun masih dengan menahan rasa sakit...setelah itu...nesia ceria seperti biasanya...
terima kasih ya Allah...
Kamis, 21 Mei 2015
KONTRIBUSI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
KONTRIBUSI
KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Desi Rahmawati, Dirgantara
Wicaksono
Universitas Negeri Jakarta, Jl.
Rawamangun Muka Jakarta Timur 13220
Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kontribusi komite sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan. Selama ini, komite sekolah mengalami disfungsi yang
menyebabkan peranan dan kontribusi Komite Sekolah sebagai jembatan penyalur
aspirasi masyarakat tidak berjalan dengan semestinya. Penyebab disfungsi tersebut antara lain: buruknya sosialisasi,
minimnya pemahaman guru dan orang tua murid, komite sekolah dibentuk oleh
kepala sekolah, komitmen pemerintah masih rendah
terhadap eksistensi komite sekolah dan belum jelas kemana komite
diarahkan. Maka dari itu, penting untuk
melakukan revitaslisasi kontribusi komite sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui partisipasi komite sekolah dalam berbagai
aktivitas,diantaranya: dalam kegiatan analisis bersama, yang
diarahkan oleh suatu rencana kerja yang sudah ada, mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri, saling mempengaruhi dalam suasana untuk menginisiasi perubahan, menyusun rencana tindak lanjut, menjaring aspirasi masyarakat, dan mencari alternatif pendanaan di sekolah
Keywords: komite
sekolah.
PENDAHULUAN
Semenjak
dikeluarkannya keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 tentang
dewan pendidikan dan komite sekolah, dapat dikatakan hampir semua sekolah telah memiliki komite sekolah yang
mewakili masyarakat untuk
mengakomodasi aspirasi, harapan dan kebutuhan stakeholder sekolah. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
salah satu misi pendidikan adalah memberdayakan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah. Komite sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah,
jalur pendidikan Sekolah, maupun jalur pendidikan luar Sekolah. Komite Sekolah yang
berkedudukan di setiap satuan pendidikan merupakan badan mandiri yang tidak
memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. Dalam penyelenggaraan
pendidikan, komite sekolah turut berkontribusi dalam memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua
potensi itu dikembangkan secara maksimal sesuai kapabilitas masing-masing.
Namun demikian, setelah
kurang lebih 12 tahun berjalan, komite sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran
dan fungsi sebagai mitra sekolah. fenomena yang terjadi adalah komite hanya berperan sebagai “pajangan” atau “stempel”
sekolah. Komite Sekolah
juga hanya terlihat saat diadakannya acara-acara yang melibatkan anak muridnya
tersebut dan terkesan hanya sebagai tamu undangan yang menghadiri sebuah acara
yang diadakan oleh pihak satuan pendidikan. Selain itu komite hanya difungsikan sebagai alat
pengumpul dana untuk membiayai program fisik sekolah. Dalam rapat yang diadakan oleh
satuan pendidikan, Komite Sekolah juga jarang dilibatkan dan melibatkan diri
dalam rapat tersebut. Sehingga tidak terjadi komunikasi dan pertukaran
pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan antara Kepala Sekolah dan Komite
Sekolah di satuan pendidikan tersebut serta tidak dapat mencari solusi terhadap masalah-masalah yang
sedang dialami satuan pendidikan. Penyebab yang sering didengungkan atas masalah yang
terjadi pada Komite Sekolah saat ini adalah adanya “Disfungsi Komite
Sekolah”, yang menyebabkan peranan dan
kontribusi Komite Sekolah sebagai jembatan penyalur aspirasi masyarakat tidak
berjalan dengan semestinya. Terjadinya
disfungsi komite sekolah disebabkan beberapa faktor, antara lain : buruknya
sosialisasi, minimnya pemahaman guru dan orang tua murid, komite sekolah
dibentuk oleh kepala sekolah, dan belum jelas kemana komite diarahkan. Komitmen
pemerintah yang masih rendah terhadap eksistensi komite sekolah merupakan salah
satu penyebab disfungsi komite sekolah. Maka dari itu, penting untuk melakukan tinjauan ulang
terkait kontribusi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Sagala (2009:251) Komite Sekolah
merupakan organisasi masyarakat pendidikan yang mempunyai komitmen dan
loyalitas perduli terhadap peningkatan kualitas di daerahnya. Kemudian Irawan (2004:42) menjelaskan bahwa
Komite Sekolah merupakan institusi yang dimunculkan untuk menampung dan
menyalurkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat
satuan pendidikan. Sedangkan menurut Hasbullah (2007:90) Komite Sekolah yang
berkedudukan di setiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak
memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan.
Selanjutnya
dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (24) disebutkan
bahwa:”Komite Sekolah/Madrasah adalah Lembaga mandiri yang
beranggotakan orang tua/wali peserta didik, Komite Sekolah, serta Tokoh
Masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan.” Sedangkan
dalam Kepmendiknas No. 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah dikatakan bahwa Komite Sekolah adalah badan
mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik
pada jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.
Dengan
demikian Komite
Sekolah merupakan organisasi masyarakat yang mempunyai loyalitas serta perduli
terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Anggota Komite Sekolah
berasal dari unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat. Dalam SK Mendiknas Nomor 044/U/2002 menjelaskan
keanggotaan Komite Sekolah terdiri atas : Pertama,
Unsur masyarkat yaitu orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh
pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, wakil
alumni, wakil peserta didik. Kedua unsur
dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa
dapat pula dilibatkan sebagai anggota Komite Sekolah (maksimal 3 orang).
Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan
jumlahnya gasal. Kemudian
selain itu di dalam Mendiknas Nomor 044/U/2002 juga dijelaskan mengenai
kepengurusan Komite Sekolah yaitu Pengurus Komite Sekolah sekurang-kurangnya
terdiri atas; (1)Ketua (2)Sekretaris (3) Bendahara, yang dipilih dari dan oleh
anggota, dan Ketua Komite Sekolah berasal dari kepala satuan pendidikan. Contoh
struktur organisasi komite sekolah yang sudah dibentuk ditiap-tiap sekolah pada
umumnya sebagaimana dideskripsikan pada gambar
struktur organisasi Komite Sekolah menurut Sagala sebagai berikut :
Gambar 1.
Struktur Organsasi Komite Sekolah
Sumber : Syaiful
Sagala, Manajemen Strategik Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 240.
Keterangan :
Hubungan Instruktif
Hubungan Koordinatif.
Dengan
mengacu pada keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, komite sekolah berperan sebagai:
1. Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan
di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting
agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling
agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4. Mediator antara
pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Adapun
fungsi komite sekolah antara lain:
1. mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu;
2. melakukan kerjasama dengan
masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3. menampung dan menganalisis
aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutulhan pendidikan yang diajukan
oleh masyarakat;
4. memberikan masukan,
pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. kebijakan dan program
pendidikan;
b. Rencana Anggaran
Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. kriteria kinerja satuan
pendidikan;
d. kriteria tenaga
kependidikan;
e. kriteria fasilitas
pendidikan; dan
f.
hal hal lain yang terkait
dengan pendidikan;
5. mendorong
orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan
mutu dan pemerataaln pendidikan;
6. menggalang dana masyarakat
calam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan;
7. melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan
di satuan pendidikan.
Jadi, jelaslah bahwa peran komite
sekolah memiliki peran internal, yakni peran dalam satuan pendidikan itu sendiri dan sekaligus peran eksternal yang ditujukan kepada
masyarakat. Pembentukan komite
sekolah di antaranya sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di
tiap satuan pendidikan. Dengan demikian, segala kebijakan operasional sekolah sebenarnya melalui konsultasi
dengan komite sekolah. Dengan
adanya komite sekolah, maka tugas sekolah menjadi lebih mudah karena adanya
partisipasi dari masyarakat yang memungkinkan terlaksananya pencapaian tujuan sekolah.
Agar peranan dan kontribusi Komite Sekolah dapat dilaksanakan dengan baik
dan optimal perlu adanya hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat yang diwadahi
dalam organisasi Komite Sekolah, adapun bentuk kontribusi orang tua dan
masyarakat dalam memajukan program pendidikan, antara lain :
a.
Masyarakat
berpartisipasi dengan membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan
bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.
b.
Masyarakat
berpartisipasi dengan memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi
yang dimiliki anaknya.
c. Masyarakat berpartisipasi dengan menciptakan rumah
tangga yang edukatif bagi anak.
d. Masyarakat berpartisipasi dengan cara
mendapat pemberitahuan apa yang akan terjadi dan yang sudah terjadi. Pengumuman
diberikan oleh administratur proyek tanpa mendengar respon dari masyarakat.
Informasi yang diumumkan adalah informasi yang berasal dari para profesional.
e. Masyarakat berpartisipasi dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui survei dengan menggunakan
kuesioner atau metode sejenis. Biasanya pertanyaannya berupa pertanyaan yang
ekstraktif. Masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi hasilnya,
karena hasil akhir tidak pernah disampaikan kembali kepada mereka dan atau
dicek kebenarannya kepada masyarakat.
f.
Masyarakat
berpartisipasi dengan memberikan nasihatnya, sedangkan pihak luar mendengarkan
pandangan masyarakat tersebut. Namun yang menentukan apa masalah dan bagaimana
cara mengatasi masalah yang ada adalah para profesional dari luar, dengan
sedikit penyesuaian berdasarkan pandangan masyarakat tersebut. Sebagai layaknya
suatu proses konsultasi, dalam hal ini tidak terjadi sedikit pun pembagian
kekuasaan dalam pengambilan keputusan, dan para profesional tidak mempunyai
kewajiban untuk memakai pandangan masyarakat sebagai faktor dalam pengambilan
keputusannya
g.
Masyarakat
berpartisipasi dengan menyediakan sumber dayanya seperti tenaga kerja, sebagai
imbalannya mereka mendapatkan bahan makanan, uang, atau bantuan lain sebagai
imbalannya. Kebanyakan kegiatan penelitian lapangan (on-farm research)
saat ini tergolong pada kategori ini tingkat partisipasinya -petani menyediakan
lahannya untuk demonstrasi tetapi mereka tidak dilibatkan dalam proses
penelitian dan tidak ikut belajar sesuatu dari penelitian tersebut. Adalah
sangat umum menyebut proses seperti di atas sebagai proses partisipatif,
meskipun masyarakat tidak meendapat manfaat apapun ketika proyek selesai dan
bantuan dihentikan.
h.
Masyarakat
berpartisipasi melalui pembentukan kelompok yang diminta oleh pihak luar dalam
rangka mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan (oleh orang luar)
sebelumnya. Keterlibatan masyarakat tidak terjadi pada saat awal dari
perencanaan proyek melainkan setelah kebijakan-kebijakan utama tentang proyek
tersebut telah diambil. Kelompok yang dibentuk ini biasanya tergantung kepada
pihak fasilitator atau pelaksana proyek, tetapi mungkin saja menjadi kelompok
yang independen di kemudian hari.
i.
Masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan analisis bersama, yang diarahkan oleh suatu rencana
kerja yang sudah ada untuk membuat institusi baru atau memperkuat institusi
yang sudah ada. Kegiatan ini biasanya melibatkan berbagai disiplin metodologi
dan memperhatikan berbagai pandangan dan menggunakan suatu proses belajar yang
sistematik dan terstruktur. Kelompok memegang kendali terhadap keputusan lokal,
sehingga masyarakat mempunyai kekuasaan untuk memelihara struktur atau kegiatan
j.
Masyarakat
berpartisipasi dengan mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri, di luar
kehendak institusi, untuk mengubah sistem. Mereka mengembangkan hubungan dengan
pihak luar untuk mendapatkan tambahan sumber daya atau nasihat teknis, tetapi
mereka tetap memegang kontrol terhadap bagaimana sumber daya digunakan. Seperti
kebanyakan swa-mobilisasi atau aksi bersama, mungkin atau mungkin tidak,
mengubah pola distribusi kemakmuran dan kekuasaan.
k.
Masyarakat saling mempengaruhi
dalam suasana untuk menginisiasi perubahan.
l.
Menyusun
Rencana Tindak Lanjut
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
merupakan perumusan langkah-langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai
bentuk komitmen setiap individu dalam konteks komite sekolah. RTL disusun
sebagai wujud dari keterlibatan atau keperansertaan komite sekolah dalam
melaksanakan perannya secara fungsional sehingga ketercapaian program sekolah
lebih mudah diwujudkan. Dalam
menyusun suatu rencana pencapaian tujuan, biasanya digunakan pendekatan SMART (Spesifik, dapat diukur, dapat dicapai,
sesuai dengan kebutuhan nyata dan ditentukan
waktu capaiannya). Pendekatan ini sangat baik, karena membuat pelaku
menjadi jelas terhadap apa yang harus dilakukannya. RTL juga akan menjadi
stimulus bagi setiap anggota untuk bereaksi lebih dalam dalam mencari beragam
solusi alternatif bagi upaya pencapaian setiap langkah atau program yang telah
disusun. Yang
perlu digaris bawahi adalah, RTL bukan sekedar panduan administratif, tetapi
lebih mengarah pada wujud keterlibatan pikiran dan emosional yang mengikat kuat
(motiavatif) seluruh anggota untuk merealisakannya secara bersama-sama.
Beberapa contoh kasus program yang menjadi
kesepakatan komite sekolah untuk ditindak lanjuti antara lain:
1.
Rapat
wali murid untuk membahas upaya pemanfaatan lahan kosong di sekolah.
2.
Koordinasi
dengan warung terdekat untuk dapat berjualan di sekolah.
3.
Kunjungan
kepada orangtua peserta didik potensial.
4.
Pembahasan
pelaksanaan hari raya idul Qurban dengan himbauan pengumpulan baju/buku bekas
layak pakai, dll.
Program-program atau kegiatan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam format seperti pada contoh berikut, dan dilengkapi dengan
penetapan waktu serta penanggungjawab kegiatan masing-masing kegiatan.
Idealnya, RTL yang sudah disusun tidak hanya diadministrasika dalam bentuk buku
atau file tertutup, tetapi perlu disosialisasikan secara terbuka, baik dalam
bentuk pajangan di papan pajangan sekolah atau diinformasikan per-surat kepada
seluruh orang tua peserta didik. Dengan demikian, RTL tersebut akan menjadi
dokumen motivatif, tidak saja bagi penanggungjawab, melainkan seluruh anggota
yang terlibat langsung maupun tidak langsung bagi pengembangan mutu layanan di
sekolah.
m.
Menjaring
Aspirasi Masyarakat
Komite Sekolah
merupakan lembaga yang pembentukannya diletakkan di atas semangat
public participation dengan tujuan mendorong keterlibatan langsung
masyarakat
dalam pengembangan kualitas pendidikan di Sekolah dalam
pengambilan
keputusan. Prinsip tersebut menuntut dipraktekkannya
nilai-nilai transparan, akuntabel dan partisipatif dalam
mekanisme maupun dalam menjalankan peran, fungsi dan tanggung jawabnya.
Secara normatif
peran Komite Sekolah menurut Permendiknas No.044 Tahun 2002,
antara lain 1) memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan
di satuan pendidikan; 2) pendukung baik yang berwujud finansial, maupun pemikiran
dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan; 3) mengontrol dalam rangka
tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
dan 4) mediator antara pemerintah dan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk menjalankan
peran-peran tersebut, komite Sekolah harus tahu apa yang menjadi kehendak
dari masyarakat yang diwakilinya. Dalam rangka menjalankan peran, fungsi dan
tanggungjawabnya Komite Sekolah perlu mengembangkan kemitraan dengan berbagai institusi
formal (lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan, donor, LSM, dll.) dan informal
(kelompok-kelompok di masyarakat).
Bentuk-bentuk
kemitraan yang dikembangkan Komite Sekolah selain bermanfaat untuk
kepentingan mobilisasi dana, juga berguna untuk menjaring aspirasi masyarakat
atau kelompok
masyarakat berkaitan dengan pendidikan di Sekolah. Penjaringan aspirasi yang
dilakukan oleh komite Sekolah tersebut bertujuan untuk mengakomodasi
sebanyak mungkin gagasan dan kepentingan berbagai kelompok di masyarakat
terutama kelompok masyarakat yang selama ini terabaikan dalam pengambilan keputusan
berkaitan dengan pendidikan di Sekolah. Kelompok-kelompok yang diabaikan
dalam pengambilan keputusan di sektor pendidikan tersebut biasanya mereka yang rentan
secara ekonomi, minoritas (etnis, agama/keyakinan, afiliasi politik, dll.),
korban praktik
ketidakadilan jender dalam masyarakat, korban diskriminasi sosial-politik,
peserta didik
dan lain-lain.
n. Mencari alternatif pendanaan di
sekolah
Pendidikan adalah
tanggungjawab semua pihak: pemerintah, masyarakat dan orang tua. Demikian
juga tentang pendanaannya. Pemerintah telah berupaya memenuhi kewajibannya dengan
mengalokasikan dana pendidikan, misalnya melalui BOS, APBD dan sebagainya.
Namun seringkali
dana dari pemerintah belum mencukupi untuk menjalankan proses belajar mengajar
yang diharapkan. Masyarakat dan orang tua murid bisa berperan dalam
pendanaan sekolah/madrasah. Upaya-upaya penggalangan
dana, selama itu digunakan secara transparan, akuntabel dan demokratis dengan
mengacu pada peraturan perundangan, akan
sangat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan. Upaya-upaya kreatif yang
tidak membebani
orang tua murid yang tidak mampu telah banyak contohnya. Misalnya dari:
1) orang tua peserta didik, berupa sumbangan suka rela; 2) masyarakat terdekat
melalui kerjasama yang saling menguntungkan; 3. Pengusaha melalui program CSR;
4. Ikatan alumni; 5. Simpatisan dari kegiatan kreatif sekolah, misalnya melalui
pameran; 6. Kantin sekolah; 7. Pemanfaatan lahan kosong sekolah; 8.
Mengintegrasikan program sekolah dengan program desa; dan usaha-usaha kreatif
lainnya.
KESIMPULAN
Agar komite sekolah dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan mutu
sekolah, maka perlu dilakukan penyadaran kembali bahwa sejak awal, dibentuknya Komite
Sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi
serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di
satuan pendidikan yang berguna untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2.
Meningkatkan tanggungjawab
peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan. Sehingga masyarakat dapat mengawasi jalannya
penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
3.
Meciptakan suasana dan kondisi
yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
yang bermutu di satuan pendidikan.
Adapun kontribusi yang dapat diberikan oleh komite
sekolah antara lain:
a.
Masyarakat
berpartisipasi dengan membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan
bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.
b.
Masyarakat
berpartisipasi dengan memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi
yang dimiliki anaknya.
c.
Masyarakat
berpartisipasi dengan menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak.
d.
Masyarakat
berpartisipasi dengan cara mendapat pemberitahuan apa yang akan terjadi dan
yang sudah terjadi.
e.
Masyarakat
berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui
survei dengan menggunakan kuesioner atau metode sejenis.
f.
Masyarakat
berpartisipasi dengan memberikan nasihatnya, sedangkan pihak luar mendengarkan
pandangan masyarakat tersebut.
g.
Masyarakat
berpartisipasi dengan menyediakan sumber dayanya seperti tenaga kerja, sebagai
imbalannya mereka mendapatkan bahan makanan, uang, atau bantuan lain sebagai
imbalannya.
h.
Masyarakat
berpartisipasi melalui pembentukan kelompok yang diminta oleh pihak luar dalam
rangka mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan (oleh orang luar)
sebelumnya.
i.
Masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan analisis bersama, yang diarahkan oleh suatu
rencana kerja yang sudah ada untuk membuat institusi baru atau memperkuat
institusi yang sudah ada.
j.
Masyarakat
berpartisipasi dengan mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri
k.
Masyarakat saling mempengaruhi
dalam suasana untuk menginisiasi perubahan.
l.
Menyusun
Rencana Tindak Lanjut
m.
Menjaring
Aspirasi Masyarakat
n. Mencari alternatif pendanaan di
sekolah
RUJUKAN
Bambang Marhiyanto, 2002. Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, Surabaya: Media Centre.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar. 2012. Panduan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar Kemdikbud.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2000. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2007. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pemberdayaan
Masyarakat. Bahan Pendidikan dan Pelatihan bagi Kepala Sekolah Pendidikan Dasar.
Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas.
Hasbullah, 2007. Otonomi
Pendidikan. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
Irawan, Ade
et al. 2004. Mendagangkan Sekolah. Jakarta : Indonesia Corruption Watch.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Robins, Stephen P. 2012. Management:
Concept and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.
Sagala, Syaiful.
2009. Kemampuan Profesional Guru
dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Siahaan, Amiruddin. et al. 2006. Manajemen
Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta
: Quatum Teaching,
Sujanto, Bedjo.
2009. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Sagung Seto.
REFORMASI MANAJEMEN MUTU TERPADU DI PERGURUAN TINGGI
REFORMASI MANAJEMEN MUTU TERPADU DI PERGURUAN
TINGGI
Desi Rahmawati[1]
Abstrak: Penulisan
ini bertujuan untuk melakukan refleksi tentang aplikasi TQM di perguruan tinggi. 2) meredesign fungsi BAN PT selaku pelaksana kendali mutu pendidikan. Metode yang digunakan adalah metode studi
pustaka. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa
kualitas layanan pelanggan tidak lagi hanya bermakna kesesuian dengan
spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh
pelanggan. Selain itu BAN PT harus
berani meredesign
lembaganya untuk
peningkatan mutu lembaga yang diakreditasi
dengan melihat kinerja yang sedang berjalan/perbaikan yang sedang dilakukan.
Abstract: This study aims to reflect on the application of TQM in higher
education. 2) redesign function BAN PT as the quality controls agencies. The method used is literatur review. From
this study it can be concluded that the quality of customer service is no
longer simply means conformity with certain specifications, but the quality is
determined by the customer. In addition BAN PT should dare redesign institute
to improve the quality of institutions that are accredited by looking at the
ongoing performance.
Keywords: Total Quality Management, Higher
Education.
PENDAHULUAN
Peringkat perguruan tinggi Indonesia dikancah
internasional belum kunjung menggembirakan. Berdasarkan Quacquarelli Symonds
(QS) University Rangkings Asia 2014 yang dipublikasikan pada pertengahan Mei
2014 menunjukkan tidak ada satu pun universitas di Indonesia yang mampu menembus
level 50 besar Asia. Universitas Indonesia berada pada posisi tertinggi (71),
disusul oleh Instutut Tekhnologi Bandung (125), Universitas Airlangga (127) dan
Universitas Gajah Mada (145) (Kompas, 23/05/2014).
Apabila melihat dari indikator penilaian yang digunakan
oleh QS, maka akan ditemukan indikator yang nyaris serupa dengan lembaga
perangking lainnya. Jika melihat indikator penilaian yang digunakan oleh Shanghai Jiatong Academic Rangking
of World University misalnya, maka akan ditemukan
beberapa indikator serupa yang menjadi penilaian, yaitu publikasi internasional dan jumlah
mahasiswa asing yang belajar. Shanghai
Jiatong Acadenic Rangking of World
University menggunakan publikasi ilmiah untuk masuk kedalam artikel Nature and Science sebagai salah satu
syarat utama dalam penilaian.
Terlepas dari metode dan indikator penilaian yang
digunakan oleh QS dan lembaga pemeringkat lainnya, hal ini membuktikan bahwa perguruan tinggi di Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan, salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan mereformasi manajemen mutu terpadu di perguruan
tinggi.
Institusi disebut bermutu, dalam konsep TQM harus
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan yaitu quality
in fact (mutu sesungguhnya) dan quality
in perception (mutu persepsi). Standar mutu produksi dan pelayanan diukur
dengan kriteria
sesua spesifikasi, cocok dengan pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat (zero defect dan selalu baik sejak awal (rights first time and every time). Mutu
dalam persepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau pengguna, meningkatnya
minat, harapan dan kepuasan pelanggan. Dalam penyelenggaraannya quality in fact merupakan profil lulusan
institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan, yang
berbentuk standar kemampuan dasar berupa kulifikasi akademik minimal yang
dikuasai oleh peserta didik. Sedangkan quality
in perception pendidikan adalah kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan
eksternal terhadap lulusan institusi pendidikan yang dalam hal ini perguruan tinggi.
Menurut Covey dalam Hardjosoedarmo (2002:34) bahwa Total
Quality Management (TQM) merupakan strategi organisasional menyeluruh yang
melibatkan semua jenjang pimpinan, staf pimpinan dan karyawan, setiap orang terlibat dalam
proses Total Quality Management Management (TQM) kata “total”
berarti keterlibatan semua elemen-elemen
oraganisasi dalam menjalankan tugas. Selanjutnya Gaspersz (2005:4) mengartikan ”Total” dalam Total
Quality Management Management (TQM) adalah semua komponen organisasi
terlibat berlangsung secara terus-
Sementara“ manajemen” didalam Total Quality Management (TQM), berarti
pengelolaan setiap orang yang berada di dalam organisasi, apapun status, posisi
atau perannya. Mereka semua adalah manajer dari tanggung jawab yang
dimilikinya.
Dalam manajemen kualitas,
pemimpin adalah orang yang melakukan hal-hal yang benar (people who do the right thing), sedangkan manajer adalah orang yang
melakukan sesuatu yang benar (people who
do thing right). Dengan demikian seorang manajer yang
melaksanakan kepemimpinan kualitas dalam manajemen kualitas berarti orang itu
melakukan sesuatu yang benar dengan cara-cara yang benar. Manajemen kualitas
membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan manajemen, sehingga membutuhkan
kehadiran pemimpin dan manajer secara bersama dalam organisasi itu. Lihat
gambar di bawah ini gambar. Dinamika Perbaikan Manajemen
Kualitas dalam Konsep Deming PDSA.
Gambar. 1. Dinamika Perbaikan
Manajemen Kualitas dalam Konsep Deming
Sumber
Data : Vincent Gaspersz, Total Quality
Management. p. 200
Hakekat Total Quality Management (TQM)
atau manajemen kualitas terpadu sebenarnya adalah filosofi dan
budaya (kerja) organisasi (phylosopy of management) yang berorentasi
pada kualitas. Tujuan (goal) yang akan dicapai dalam organisasi dengan
budaya Total Quality Management (TQM) adalah memenuhi
atau bahkan melebihi apa yang dibutuhkan (needs) dan yang diharapkan
atau diinginkan (desire) oleh pelanggan. Total Quality Management
(TQM), merupakan konsep yang kini sangat diminta dilingkungan bisnis dan
akademisi.
Pada dasarnya Total
Quality Management (TQM) itu bukanlah pembebanan ataupun
pemeriksaan. Tetapi, adalah lebih dari usaha untuk melakukan
sesuatu yang benar setiap waktu, dari pada melakukan pemeriksaan (cheking)
pada waktu tertentu ketika terjadi kesalahan.
Chang Zeph Yun, Yeong Wee yong dan Lawrence Loh (1998: 2) telah
mendefinisikan bahwa: Total Quality
Management (TQM), adalah pendekatan
manajemen sebuah organisasi, yang berpusat pada mutu, berdasarkan pada
partisipasi semua anggotanya dan bertujuan sukses jangka panjang melelui
keputusan pelanggan, serta keuntungan bagi anggota organisasi dan masyarakat.
Menurut Nasution
(2004: 27) Total Quality Management
(TQM) merupakan suatu sistem menejemen yang berfokus pada semua orang atau
tenaga kerja, bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang memberikan
bagi pelanggang dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai
sesuatu produk, memerlukan komitmen semua komponen organisasi terhadap
perbaikanseluruh aspek menejemen organisasi.
Adapun yang
menyangkut unsur-unsur Total Quality Manajement (TQM) menurut
Joseph M. Juran dalam Creech
(1996:70) adalah
meliputi; a) kualitas menjadi bagian dari setiap agenda
manajemen atas b) sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana
bisnis. c) jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking, fokus adalah pada pelanggan dan pada kesesuaian
kompetisi, di sana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan. d)
sasaran disebarkan ketingkat yang mengambil tindakan. e) pelatihan dilaksanakan
pada semua tingkat. f ) pengukuran ditetapkan seluruhnya. g ) manajer atas sedar teratur meninjau
kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran. h enghargaan diberikan untuk
performansi terbaik. i) Sistem imbalan (reward system) diperbaiki.
Dengan
demikian dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat di simpulkan
tentang Total Quality Management
(TQM), bahwa setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan melalui perbaikan
kesinambungan, adalah untuk memenuhi atau bahkan melebihi apa yang dibutuhkan (needs), dan yang diharapkan dan
diinginkan (desire), oleh pelanggan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Yakni mengkaji berbagai
literatur untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
PEMBAHASAN
Fenomena menarik yang perlu
dicermati dari lulusan perguruan tinggi adalah ketidak mampuan lulusan itu
untuk cepat beradaptasi dengan kebutuhan dunia industri modern. Hal ini
berakibat pada tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi dari waktu ke
waktu terus meningkat,. Oleh sebab itu terjadinya kesenjangan persepsi antara
pengelola perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusannya dan pengelola industri
untuk menggunakan lulusan perguruan. Penerapan TQM (total quality
management) pada sistem pendidikan yang sering disebut sebagai: Total
Quality Management (TQM) Perguruan Tinggi diharapkan mampu menghilangkan
atau mengurangi tingkat kesenjangan yang ada antara perguruan tinggi dan
industri. Penerapan TQM pada perguruan tinggi harus dijalankan atas dasar
pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan efisiensi pendidikan perguruan tinggi dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan tinggi. Bersamaan
itu, perguruan tinggi harus mampu memberikan hasil produk yang berkualitas. Produk perguruan tinggi utamanya berbentuk
jasa.
Kondisi suatu negara dimasa akan datang, dapat diukur
dari bagaimana wajah pendidikan tingginya saat ini. Karena tidak akan mungkin
kita berharap kepada orang-orang yang tidak berpendidikan tinggi mengelola
sebuah perubahan kearah kemajuan bangsa, tetapi tentunya berharap pada orang-orang
yang telah ditempa dalam sebuah labolatorium pendidikan (Perguruan Tinggi) dan
memiliki karakter pembaharu, berbudaya
intelektual. Maka perlu ada sebuah
model manajemen operasional perguruan tinggi modern, seperti terlihat pada gambar:
Gambar 2 Deming dalam Manajemen
Pendidikan Tinggi Modern
Sumber
data : Vincent Gaspersz, Total Quality Management
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan roda Deming dalam manajemen
pendidikan tinggi terdiri dari empat komponen utama, yaitu: riset pasar tenaga
kerja, desain proses pendidikan tinggi, operasional proses pendidikan tinggi,
dan penyerahan lulusan yang kompetitif dan berkualitas ke pasar tenaga kerja.
Dalam hal ini diperlukan suatu interaksi tetap antara riset pasar tenaga kerja,
desain proses pendidikan tinggi, operasional proses pendidikan tinggi, dan
bertanggung jawab menghasilkan lulusan yang kompetitif dan berkualitas ke pasar
tenaga kerja, agar perguruan tinggi di Indonesia mampu berkompetisi dalam
persaingan global. Berkaitan dengan hal ini, sudah saatnya perguruan tinggi di
Indonesia melakukan reorientasi dan redefinisi tujuan dari pendidikan tinggi,
bukan sekedar menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya tanpa peduli akan
kepuasan pengguna lulusan itu, melainkan juga harus bertanggung jawab untuk
menghasilkan output (lulusan) yang kompetitif dan berkualitas agar memuaskan
kebutuhan pengguna tenaga kerja terampil berpendidikan tinggi.
Konsekuensi dari pemikiran ini adalah penerapan Total
Quality Management (TQM) pada perguruan tinggi di Indonesia harus di
jalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan
efisiensi pendidikan tinggi dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan
tinggi itu. Melalui penerapan roda
Deming dalam sistem pendidikan tinggi yang dijalankan secara konsisten, maka
perguruan tinggi di Indonesia akan mampu memenangkan persaingan global yang
amat sangat kompetitif dan memperoleh manfaat (ekonomis maupun nonekonomis)
yang dapat dipergunakan untuk pengembangan perguruan tinggi itu dan peningkatan
kesejahteraan pegawai yang terlibat di perguruan tinggi itu.
Kesimpulan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas
layanan pelanggan tidak lagi hanya
bermakna kesesuian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan
internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam
segala aspek, diantaranya harga, keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu. Penerapan total quality management in education (TQM) harus
dijalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan
efisiensi pendidikan tinggi dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan
tinggi.
Sesuai misi Pendidikan Tinggi sebagai
pusat ilmu pengetahuan, riset dan pelayanan kemajuan masyarakat terdepan. Maka dalam hal ini BAN selaku pelaksana kendali mutu harus bisa mengikuti
perkembangan perubahan global yang setiap waktu menuntut adanya perbaikan dan BAN tidak bisa hanya menganut pada aturan yang
ada secara kaku/melihat fakta hanya
berdasarkan yang tercatat di atas kertas (fact only by paper) melainkan harus berani meredesign
lembaganya untuk peningkatan mutu lembaga yang diakreditasi
dengan melihat kinerja yang sedang berjalan/perbaikan yang sudah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bill Greech, The Five Pillars. New York : Truman Talley Books, 1994.
Cook, Sarah. Customer
care Excellence, terjemahan Kemas Ahmad, Jakarta : PPM 2004.
Gaspersz, Vincent D.Sc.,Total Quality Managemen, Jakarta : Gramedia , 2005.
Hang Zeph Yun, The
Quest For Global Quality singapore Airlines, Jakarta : Pustaka,1998.
Hardjosoedarmo, Soewarso. Total Quality management,
Yogyakarta : Andi, 2004.
Nasution, M.N. Manajemen Mutu Terpad., Bogor :
Ghalia Indonesia, 2005.
Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana, Total
Quality Management. Yogyakarta : Andi
2005.
Wellington, Patricia. Kaizen Strategies for Costumer Care.
Batam : Interaksa, 1998
[1] Dosen Program Studi Manajemen
Pendidikan FIP Universitas Negeri Jakarta. E-mail: Desi-Rahmawati@unj.ac.id
Langganan:
Postingan (Atom)