RINGKASAN
ISI BUKU
Muhammad
Husni Thamrin dilahirkan oleh ibunya yang bernama Nurkhamah pada hari jumat
tanggal 16 Februari 1894. Orang tua Muhammad Husni Thamrin dalah orang
terpandang. Ayahnya seorang wedana (sebuah jabatan yang cukup tinggi di mata
masyarakat pribumi pada waktu itu).
Nama ayahnya adalah Tabri Thamrin yang menduduki jabatan wedana di sebuah kewedanaan
di Batavia ketika itu.
Saat
dan hari-hari pun berlalu dan Muhammad Husni Thamrin, yang juga dipanggil
dengan nama Matseni bertumbuh semakin besar. Sebagaimana halnya anak-anak
sebayanya, Muhammad Husni Thamrin pun mempunyai sifat bandel, nakal dan
semacamnya. Yang menarik dalam hal pertemanannya itu adalah bahwa diantara
sekian banyak temannya itu, pada umumnya berasal dari rakyat biasa ,
orang-orang kecil. Mereka bukan anak-anak yang berasal dari kelas masyarakat ambtenaar sebagaimana dirinya berasal.
Ketika
akan memasuki masa bangku sekolah, di dalam dirinya terdapat juga rasa segan.
Bahkan ketika suatu hari akan diantarkan untuk memasuki sekolah untuk pertama
kalinya, Muhammad Husni Thamrin harus dicari. Pagi hari itu dia masih sempat
pergi ke Sungai Ciliwung bersama dengan kawan-kawannya yang sebaya untuk mandi
bersama. Rasanya segan untuk pergi ke sekolah. Akan tetapi dibalik itu, di
dalam dirinya pu terdapat kesadaran bahwa hanya dengan bersekolah ia akan
mendapatkan ilmu, dapat membaca, dapat menulis seperti ayahnya. Akhirnya pada
hari itu ia diantar oleh ayahnya ke sebuah sekolah di Mangga Besar. Di sini ia
menuntut ilmu bersama orang-orang Cina. Dua tahun berikutnya ia pindah ke Bijbelscholl (Sekolah Injil) di Pintu
Besi.
Seorang
anak betawi asli, yang ayah-ibunya tidak pernah lupa untuk melaksanakan ibadah
shalat lima waktu, memasuki sekolah Nasrani. Selama menjalani pendidikannya di
sekolah ini sifat kanak-kanakannya mulai berlangsung. Dia tetap berteman dengan
teman lamanya yang tidak bisa menjalani pendidikan sebagaimana yang ia rasakan.
Akhirnya ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tingkat ini. Ia kemudian
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, ke Koning Willem III. Akan tetapi pada tingkat ini dia tidak
menyelesaikan pendidikannya. Berhenti sekolah sebelum tamat.
Ia
berhenti dan terjun ke dalam masyarakatnya, yang kelak akan mengenalnya sebagai
salah satu seorang pemimpin utamanya. Namun, keinginan ayahnya untuk melihatnya
menjadi seorang ambtenaar, seorang
yang mempunyai pangkat tinggi, adalah cita-citanya yang tetap dipegangnya.
Sejalan dengan itu Wedana Tabri Thamrin berusaha dan berhasil memasukan
Muhammad Husni Thamrin menjadi magang (calon pegawai) di Kantor Kepatihan
Betawi. Kemudian pindah ke kantor Karesidenan Betawi. Akan tetapi di ke dua
tempat tersebut, Muhammad Husni Thamrin merasa agak tidak betah. Ia tidak betah
karena pekerjaan sebagi pegawai adalah pekerjaan yang tidak ia sukainya. Karena
itu pada akhirnya ia memutuskan keluar sebagai pegawai pemerintah.
Dia
kemudian pindah ke perusahaan perkapalan milik Belanda yaitu KPM. Dia menjabat
sebagai “pemegang buku”. Dalam hitungan waktu masa kerja Muhammad Husni Thamrin
di KPM dapat dikatakan cukup lama, kurang lebih 10 tahun, yaitu 1914-1924.
Dalam
masa-masa itulah titik-titik perubahan hidup Muhammad Husni Thamrin untuk
kemudian menjadi salah satu seorang pemimpin dalam pergerakan nasional mulai
nampak. Salah satu faktor terpenting di dalam awal perubahan itu ialah
perkenalannya dengan seseorang berkebangsaan Belanda, Van Der Zee ketika
Muhammad Husni Thamrin bekerja di KPM. Ketika itu Van Der Zee adalah seorang
tokoh politik yang ssosialistis dan merupakan anggota Gemeenteraad kota Betawi.
Pertemanan
kedua orang berbeda kebangsaan ini nampaknya telah terjalin dialog yang pada
gilirannya membuka jalan untuk saling menyampaikan ide-ide kemasyarakatan
masing-masing. Ketika itu Muhammad Husni Thamrin memang sudah menunjukan
minatnya terhadap usaha-usaha perbaikan kehidupan masyarakat Betawi. Di lain
pihak Van Der Zee yang waktu itu merupakan anggota Gemeenteraad, dapat memanfaatkan buah-buah pikiran Muhammad Husni
Thamrin, karena memang cukup menggugah hati nurani Van Der Zee, maka tidak
sedikit buah pemikiran Muhammad Husni Thamrin yang telah dicerna oleh Van Der
Zee untuk kemudian dilontakan ke depan para anggota Gemeenteraad untuk menjadi bahan pembahasan.
Ketika
terbuka kesempatan untuk pengangkatan anggota Gemeenteraad waktu itu, yang diketuai oleh Van Der Zee, maka
kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh Muhammad Husni Thamrin dan
dia mendapat dukungan sepenuhnya dari
Van Der Zee. pada tahun 1919 Muhammad Husni Thamrin mengawali langkahnya
sebagai seorang pengabdi masyarakat, secara resmi, ketika dia diangkat sebagai
anggota Gemeenteraad untuk pertama
kalinya. Dari sinilah ia berhasil mengambangkan dirinya untuk menjadi salah
satu pemimpin “terkemuka” di dalam usaha bangsanya mendapatkan kembali
kemerdekaannya, yang selama ini telah dirampas oleh penjajah Belanda.
Pada
masa pergerakan nasional telah muncul organisasi-organisasi sosial politik yang
membawa nama asal tempat kelahiran mereka masing-masing. Ketika itu ada yang
menggunakan nama Pasundan, Sumatra, Ambon, Minahasa, Selebes dan lain-lain,
juga ada yang menggunakan nama Betawi yaitu kaum Betawi. Pada awal pembentukan
mereka pada umumnya, organisasi kedaerahan ini hanyalah bertujuan untuk
bergerak di bidang usaha-usaha perbaikan dan kegiatan-kegiatan di bidang sosial
dan kebudayaan. Misalnya mereka berusaha untuk memperbaiki bidang-bidang pendidikann,
kesehatan dan bidang-bidang sisoal mereka. Akan tetapi perkembangan situasi
dalam periode itu mendorong mereka untuk mengubah tujuan yang semula dan karena
itu pada umumnya justru berkembang sebagai organisasi politik. Tidak sedikit
dari tokoh-tokoh mereka akan muncul sebagai tokoh-tokoh terkemuka dalam
pergerakan nasional kita; sebutlah nama itu seperti Ratulangi dan Muhammad
Husni Thamrin.
Sejak
pengangkatan Muhammad Husni Thamrin sebagai anggota Gemeenteraad, ia makin giat untuk memperjuangkan ide-idenya untuk
memperbaiki keadaan masyarakat kaum Betawi. Posisinya pun makin lama makin kuat
dan baik. Dia akhirnya secara berangsur makin dipercayai untuk menduduki
jabatan-jabatan kemasyarakatan yag penting. Di dalam Gemeenteraad dia pun makin terkemuka. Di dalam lembaga ini dia pun
giat untuk menciptakan kekuatan-kekuatan nasionalis di dalam satu wadah, dan
karena itu akhirnya dia berhasil membentuk satu fraksi khusus, yaitu fraksi
nasional.
Pada
tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang menyangkut pengisian lowongan jabatan
wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial ketika itu memang
sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu diberikan kepada
orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang
Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan tersebut.
Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan
mereka mengambil langkah melakukan pemogokan: ternyata usaha mereka berhasil
dan pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota
Batavia.
Dua
tahun sebelum kejadian tersebut, Muhammad Husni Thamrin memang telah
melangkahkan kakinya ke medan “perjuangan” yang lebih berat, karena dia
ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi
martabatnya. Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur
Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada HOS Cokroaminoto tetapi
ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga ditolak. Dengan
penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia
Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki
kursi Volksraad yang lowong. Ia pun
menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Thamrin: alasan yang
dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thamrin cukup pantas menduduki kursi
itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.
Sebagai
pemimpin yang tadinya bersifat lokal, maka dengan pengangkatannya sebagai
anggota Volksraad tentulah horizon
penglihatannya harus lebih luas, lebih menjangkau ke depan. Karena sebagai
anggota Volksraad, tentulah dia
menghadapi permasalahan yang lebih beraneka ragam, sejalan dengan sifat dan
kedudukan Volksraad itu sendiri.
Pada
tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad,
keadaan di Hindia Belanda mengalami
perubahan yang sangat penting, yakni adanya sikap pemenrintah kolonial yang
keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling “buruk”
yang lahir dari terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927. Akan tetapi di lain
pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita
juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI, dan munculnya
Bung Karno sebagai pimpinan utamanya.
Demikianlah, pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad
Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa
saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan “sangat
kasar” terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus menghadapi perlakuan
kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda (PID).
Ia memprotesnya tapi dihiraukan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan
tidak seorang pun yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi,
juga termasuk anak perempuannya (Deece) yang masih anak-anak tidak
diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun untuk pergi ke sekolah.
Tindakan tersebut tentunyalah yang mengakibatkan
penyakit Muhammad Husni Thamrin semakin parah
Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat
besar artinya bagi bangsa Indonesia waktu itu, dalam arti kata bahwa bangsa
Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpin yang cerdas dan berwibawa.
Karena itu dapat dimengerti jika berita wafatnya
Muhammad Husni Thamrin sangat mengagetkan para pemimpin pergerakan, baik yang
sealiran degrannya maupun yang tidak. Hal ini terbukti dari ucapan belasungkawa
yang diterima oleh istri dan keluarganya.\
Akan tetapi walaupun ia telah tiada, jasa-jasanya
tetap akan dikenang oleh bangsa Indonesia, sekarang dan yang akan datang.
TAMBAHAN MATERI
POLITIKUS
YANG SANTUN
Mohammad
Husni Thamrin dilahirkan di Sawah Besar, Betawi, 16 Februari 1894. Ia berasal dari
keluarga berada. Kakeknya, Ort, orang Inggris, pemilik hotel di bilangan
Petojo, yang menikah dengan perempuan Betawi, Noeraini. Ayahnya, Thamrin
Mohamad Thabrie, pernah menjadi Wedana Batavia tahun 1908, jabatan tertinggi
nomor dua yang terbuka bagi warga pribumi setelah bupati. Ia masuk sekolah
Belanda, fasih berbahasa ini, mampu berdebat dengan baik. Memulai karier
sebagai pegawai magang di Residen Batavia dan pegawai klerk di perusahaan
pelayaran KPM, MH Thamrin duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941) lalu di
Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941).
Pengarang
Pramudya Ananta Toer memiliki berbagai dokumen tentang MH Thamrin karena
istrinya adalah keponakan dari tokoh Betawi itu.
Dua modus perjuangan
Perjuangan
melawan Belanda dilakukan kaum pergerakan dengan dua modus, yaitu bersedia
bekerja sama dengan pihak kolonial atau tidak. Bila dwitunggal Soekarno-Hatta
disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan
administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dilihat sejarawan Bob Hering
sebagai paduan modus perjuangan secara kooperatif dengan nonkooperatif.
Selama
ini kata "kooperatif" memiliki konotasi kurang positif. Orang lebih
menghargai tokoh yang berjuang secara non-koo. Namun, kedua jalur itu saling
melengkapi perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Bahkan dari tahun 1933
sampai 1942 saat pergerakan Soekarno-Hatta-Sjahrir terkesan mandek, justru
Thamrin tetap bergerak dengan bersemangat di Volksraad.
Thamrin
sering disebut satu napas dengan Bung Karno. Ia hadir saat Soekarno diadili,
kala dijebloskan ke penjara, saat Bung Karno dibuang ke Ende. Belanda menghukum
Thamrin dengan tahanan rumah justru setelah Soekarno berkunjung ke rumahnya.
Dengan demikian, Thamrin menjadi tali penghubung (trait d’union) kelompok pergerakan
yang kooperatif dan nonkooperatif, juga antara kelompok pergerakan dengan
Volksraad.
Bila
Bung Karno berpidato soal makro, seperti falsafah dan ideologi negara, Thamrin
menukik kepada persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan
masalah banjir. Ia memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang
diprioritaskan pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia
mempersoalkan harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua
komoditas yang dihasilkan rakyat. Ia berbicara tentang pajak dan sewa tanah.
Bersama
anggota lain di Volksraad, Thamrin mempertanyakan anggaran pertanian yang hanya
57 juta gulden, sedangkan angkatan darat, laut, dan polisi 174 juta gulden.
Ia
sering kalah dalam pemungutan suara, tetapi tetap mengajukan mosi bila ada
aturan Pemerintah Hindia Belanda yang merugikan perjuangan kaum pergerakan.
Thamrin memang kooperatif, tapi tidak berdasar loyalitas Belanda. Ia tahu
persis bagaimana beroposisi secara santun. Kaum Betawi yang didirikan tidak
begitu berkembang. Walau tanpa organisasi politik, ia mampu meniti karier
politik di Dewan Rakyat.
Thamrin
bukanlah kooperatif tanpa reserve. Ia memiliki prinsip, sebagai tercermin dalam
pernyataannya "Nasionalis kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu
tujuan bersama yang sama-sama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum
kooperator merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi
yang pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan." (Handelingen
Volkraad, 1931-1932)
Menurut
surat kabar Bintang Timur (15/07/1933), Thamrin adalah kampiun kaum nasionalis
di Volksraad yang tak diragukan, yang berani mengingatkan pemerintah dalam
banyak isu penting. Koran Adil 17 Juli 1933 mengungkapkan, Thamrin selalu
menyampaikan pidato dengan argumen yang tepat, yang membuat darah tukang lobi
anti-Indonesia Merdeka, seperti Fruin dan Zentgraaff jadi mendidih.
Thamrin
menggunakan kesempatan secara brilian untuk menarik perhatian sungguh-sungguh
terhadap apa yang "sebenarnya hidup dalam kalbu pergerakan seluruhnya".
Thamrin berbicara tentang kebenaran dan melakukan pekerjaan sepenuh hati dalam
situasi begitu sulit bagi pergerakan. Dalam berdebat yang penting argumen kuat,
Thamrin sendiri tidak pernah menggunakan kata-kata tajam dan keras.
Ada
sebuah pernyataan MH Thamrin yang disampaikan 70 tahun silam, namun masih
terasa kebenarannya sampai sekarang meski pemerintah telah gonta-ganti:
"Satu hal yang dapat dipastikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa
ini sangatlah sulit dicari. Kepercayaan terhadap keputusan pengadilan termasuk
salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya
keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, maka pemerintah akan
kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum."
(Handelingen Volksraad, 1930-1931).
Tak kibarkan bendera Belanda
Meski
pada mulanya dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru
Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak
mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu Wilhelmina, 31
Agustus 1940.
Dalam
suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur murah buatan Jepang,
menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak Negeri". Selain itu,
tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni Orang Belanda akan
Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan rumah karena dianggap
tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan pihak Jepang.
Di
rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan demam mungkin
karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya meminta polisi agar
mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter datang, tetapi sudah
terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan Thamrin sangat tinggi dan ia
hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi suntikan untuk menurunkan panasnya,
namun penyakitnya tidak tertolong lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada
hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke kuburan Karet, lebih
dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi itu ke tempat peristirahatannya
yang terakhir. Tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai pahlawan
nasional.
Kini
yang lahir di tengah masyarakat Betawi adalah kelompok massa seperti FBR (Forum
Betawi Rempug) yang kemarin ikut mendukung Akbar Tandjung dan pernah menghajar
kelompok masyarakat miskin kota di halaman kantor Komnas HAM. Kapan muncul lagi
politikus santun seperti MH Thamrin?
Muhammad
Husni Thamrin lahir pada 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan.
Setelah menamatkan pelajarannya di Koning Williem II, sejenis SMA ia kemudian
bekerja di kantor kepatihan.
Karena
prestasinya baik, maka ia dipindahkan ke Kantor Karesidenan dan terakhir ke
perusahan pelayaran Koninglijke Paketvaart (KPM) Pada tahun 1927 ia diangkat
sebagai anggota Volksraad. Ia membentuk Fraksi Nasionalis untuk memperkuat
golongan nasional dalam dewan tersebut.
Setelah
Dr. Sutomo meninggal dunia pada tahun 1938, maka Thamrin menggantikannya
sebagai wakil Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra). Perjuangannya di
Volksraad tetap dilanjutkan dengan sebuah mosi, agar istilah Nederlands Indie,
Nederlands Indische dan Inlander diganti dengan istilah Indonesia, Indonesische
dan Indonesiea.
Sejak
tanggal 6 januari 1941 Husni thamrin dikenakan tahanan rumah, karena dituduh
bekerja sama dengan Jepang. Walaupun dalam keadaan sakit, Thamrin tidak boleh
dikunjungi teman-temannya. Akhirnya ia meninggal dunia pada 11 Januari 1941 dan
dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta.
ANALISIS TOKOH
Muhammad Husni Thamrin adalah salah satu tokoh
populer di kalangan Betawi dan ia adalah pahlawan nasional yang berasal dari
Jakarta
Jika diperhatikan Muhammad Husni Thamrin merupakan
seorang pemimpin koperator yang cukup unik karena pada sepanjang karier
politiknya ia bersedia bekerja di dalam lembaga-lembaga pemerintah penjajah
Belanda dan menggunakaan kedudukan tersebut
sebagai alat perjuangannya. Sikap dan perilaku politiknya melahirkan
rasa segan baik dari kawan-kawannya maupun dari lawan-lawannya. Dan juga baik
dari pemerintah Belanda maupin dari kaum pergerakan yang non-koperator.
Muhammad Husni Thamrin menanamkan sikap saling menghargai di kalangan kaum
pergerakan, antara golongan koperator dan non-koperator.
Sebagai seorang pemimpin ia memiliki berbagai ide,
gagasan yang telah menjadi landasan gerak langkahnya. Ide dan
pendapat/gagasannya telah diutarakan baik secara lisan maupun dengan berbagai
tulisannya diberbagai media massa.
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia politik
ia sering dihadapkan pada intrik politik saat membela kepentingan masyarakat
hingga berakibat pada kematiannya. Beliau meninggal pada tanggal 11
Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan
Karet Jakarta.
Untuk mengenal kepahlawanan beliau kemudian Presiden
Soekano mengangkatnya sebagai pahlawan nasional, lalu namanya diabadikan
sebagai nama salah satu jalan si Jakarta dan juga proyek perbaikan kampung di
Jakarta.
Gonggong, Anhar. 1985. Muhammad Husni Thamrin. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional,
Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional
RINCIAN
BUKU
Judul : Muhammad
Husni Thamrin
Penulis : Anhar
Gonggong
Penerbit : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional,
Proyek Inventarisasi [dan] Dokumentasi Sejarah Nasional,
Tahun
terbit : 1985
Tempat
terbit : Jakarta
Ketebalan : 166
halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar