Rajiman
lahir pada Kamis Pahing tanggal 21 April 1879 di Lempuyangan Yogyakarta. Hari
Kamis Pahing, menurut pandangan orang Timur ( Jawa khususnya ) memiliki watak
“tentrem anteng, tan amikir, maju gawe temen, dadi priyayi cedak marang wong
agung, sedengan samubarang gawene” Artinya kurang lebih, berkepribadian
tenteram, tenang, tidak banyak yang dipikirkan, rajin bekerja, sebagai pegawai
dekat para pembesar, serba bisa dalam semua pekerjaan. Inilah watak yang telah
dibawanya sejak lahir.
Kota
Yogyakarta, tepatnya di Lempuyangan, adalah kota yang ikut menempa
pribadiannya. Keadaan kota ini memang memungkinkan lahirnya putra-putra bangsa
yang baik. Kota budaya yang tenang, penuh kedamaian, berhawa sedang, melahirkan
insan-insan berjiwa luhur-berkepribadian.
Sebagai
seorang anak yang dilahirkan di lingkungan biasa, bukan keluarga bangsawan,
sudah tentu mempunyai perasaan lain pula, terutama terhadap tingkah laku para
pejabat kolonial pada waktu itu. Perasan nasional senantiasa tetap membara di
hatinya, sebagai pelita hati yang tak kunjung padam. Kecintaan pada bangsanya
tidak dapat di tawar lagi. Hidup penuh dengan kesederhanaan merupakan
perwujudan penolakan terhadap kemewahan yang setiap hari dipertontonkan oleh
para pejabat kolonial.
Rajiman
dilahirkan di kalangan keluarga yang tidak cukup kaya, bahkan lahir dari
keluarga masyarakat biasa, walaupun demikian Rajiman bukan seorang yang mudah
putus asa, menyerah kepada keadaannya, kemudian melahirkan semangat yang
membara dan terus berapi-api pada dirinya sepanjang hayatnya. Ki Sutodrono
adalah ayahnya, dan ibunya adalah seorang keturunan dari Gorontalo ( Manado,
Sulawesi Utara ). Ki Sutodrono sendiri adalah keturunan ke tujuh dari Kraeng
Naba, saudara Kraeng Galesong anak buah Trunojoyo yang melawan Mataram. Jadi Ki
Sutodrono bukan darah keturunan bangsawan Yogyakarta Hadiningrat, bahkan ia
dilahirkan di daerah perantauan, bilamana melihat asal usul ayah dan neneknya.
Namun demikian, bagi Rajiman tidak pernah merasa asing di negerinya sendiri. Ia
telah menyatu dengan daerah di mana ia dilahirkan. Yogyakarta adalah kota
kelahirannya, Indonesia adalah negerinya.
Ki
Sutodrono, membina keluarganya dengan berpijak kepada kenyataan hidupnya
sehari-hari. Pendidikan yang agak keras dalam pengertian penuh disiplin
merupakan suatu hal yang diutamakan. Hidup disiplin adalah suatu nilai yang
terus menerus dipompakan kepada putranya. Di samping itu, hidup bersahaja
adalah kebiasaan yang terus menerus dijalankan. Bersahaja dalam segala hal,
baik dalam sopan santun, berpakaian maupun di dalam kehidupan rumah tangga
sehari-hari. Ki Sutodrono dalam kehidupannya banyak menghadapi tantangan,
hambatan dan permasalahan. Oleh karena itu, jawabannya tidak ada lain kecuali
harus bekerja keras. Maka suka bekerja keras terus menerus di tanamkan kepada
semua anggota keluarganya, termasuk anak-anaknya. Sebagai bekas anggota KNIL,
Ki Sutodrono berpendirian, bahwa seorang tidak boleh putus asa maupun mudah
menyerah bilamana menghadapi segala
permasalahan. Dengan jiwa kesatria seorang harus berani menghadapi persoalan
hidup, sebab seorang yang melarikan diri dari kenyataan hidup berarti tidak
kesatria. Begitulah cara dan nilai yang terus ditanamkan kepada anak-anaknya.
Anak adalah penerus orang tua dan sekaligus pewaris keluarga, maka Ki Sutodrono
menganggap bahwa pendidikan anak harus ditangani secara sungguh-sungguh.
Walaupun cita-cita ini tidak selalu mudah untuk dilaksanakan.
Pendidikan
yang dilaksanakan kedua orang tuanya inilah tampaknya yang kemudian mewarnai
segala peri hidupnya sehari-hari, disamping pengaruh lingkungan kota dan masyarakat
Yogyakarta juga ikut menentukan. Rajiman sejak kecil dididik untuk memiliki
jiwa disiplin, bersahaja, suka bekerja keras, tabah, dan kesatria. Hal ini
dapat dimaklumi karena keluarga Ki Sutodrono adalah keluarga bekas serdadu
KNIL. Karena Ki Sutodrono adalah bekas KNIL inilah tampaknya, kemudian Rajiman
diijinkan oleh pemerintah untuk mengikuti pendidikan di Tweede Europese Lagere
School yaitu suatu Sekolah Rendah Belanda di Yogyakarta. Dengan diterimanya
Rajiman di sekolah ini berarti banyak tuntutan dan persoalan yang dihadapinya.
Sebab jika dibandingkan dengan kawan-kawannya, sebagian besar adalah putra para
pejabat yang sudah tentu serba kecukupan. Maka Rajiman harus berani menghadapi
suatu kenyataan. Ia tidak mungkin dapat seratus persen mencukupi segala
kebutuhannya, maka ia harus berani tetap hidup sederhana, tetapi dalam hal
prestasi belajar tidak boleh kalah dengan teman-temannya. Rajiman harus berani
hidup menderita di tengah-tengah kemewahan teman-temannya. Rajiman tetap
tertawa walaupun hatinya menangis.
Suatu
ketika Rajiman terhibur bilamana mengingat bahwa tidak semua anak dapat
bersekolah di Tweede Europese Lagere
School ( ELS ). Hal ini ia anggap sebagai anugerah, bahkan ia yakini sebagai
rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Hal
ini mendorong Rajiman untuk lebih bersemangat belajar. Oleh teman-temannya,
Rajiman di kenal sebagai seorang anak yang rajin dan tekun. Begitulah suka duka
seorang anak, bahkan keluarga bangsawan, dapat bersekolah di suatu sekolah
elite. Tetesan air mata sering mebasahi pipinya manakala ia menghadapi tuntutan
yang terlalu tinggi di luar kemampuan orang tuanya. Berkat ketekunannya,
akhirnya ia dapat menamatkan sekolahnya pada tahun 1893. Jadi, Rajiman dapat
menamatkan sekolahnya di ELS pada usia 14 tahun. Sudah tentu, peristiwa
tersebut amat menggembirakan kedua orang tuanya. Penderitaan yang begitu
panjang akhirnya ditebus dengan kegembiraan.
Pada
tanggal 22 Desember 1898 Rajiman berhasil lulus dari sekolah Dokter jawa. Jadi
bertepatan ia menginjak usia 20 tahun. Sekarang Rajiman telah berhasil
menyandang gelar sebagai dokter Jawa.
Penjajahan
asing di bumi tercinta telah melahirkan segala persoalan dari sekian ribu
persoalan adalah penderitaan, kemiskinan dan kebodohan. Bangsa indonesia tidak
pernah lagi menikmati hidup sehat dan hal ini tidak berbeda keadannya baik di
desa maupun di kota. Kehidupan yang sehat merupakan idaman dari setiap manusia,
namun demikian hal tersebut menjadi lamunan belaka bagi bangsa Indonesia pada
saat itu. Oleh karena itu, kehadiran Rajiman
di tengah-tengah bangsanya sebagai seorang dokter merupakan jawaban yang
amat tepat.
Dokter
Rajiman telah memulai jenjang karirnya sebagai seorang dokter sejak berumur dua
puluh tahun (1899). Dan profesi ini kemudian beliau cintai selama tiga puluh
tahun (1899-1934).
Dokter
Rajiman akhirnya berhasil menyandang gelar sebagai dokter spesialis. Yang
dihormati keahliannya baik di dalam maupun di luar negeri. Kemampuan inilah
yang pertama-tama dapat ditunjukan ke dunia lain, bahwa bangsa Indonesia bukan
bangsa kecil. Rajiman memang tidak banyak bicara, tetapi lebih banyak berbuat
bekerja dan berpikir untuk bangsanya.
Dokter
KRT Rajiman Wedyodiningrat disamping sebagai seorang dokter terkemuka juga
sebagai pejuang. Oleh karena tepatlah bilamana tersebut sebagai pemikir-pejuang.
Di celah-celah kesibukannya sebagai seorang dokter, Rajiman dengan penuh
kesadaran berbakti pula untuk nusa bangsanya melalui dunia pergerakan. Bersama-sama
dengan kawan-kawannya, dokter Rajiman terjun dalam dunia pergerakan dia pernah
mendapat tiga kehormatan dalam dunia ini. Pertama, pernah dipercaya untuk
memegang ketua Budi Utomo (1914-1915) dan berdinya organisasi perjuangan
tersebut dipercaya sebagai sesepuhnya di samping sebagai anggota Volksraad
mewakili Budi Utomo. Oleh karena itu, telah banyak yang disumbangkan untuk
perjuangan, dan dia telah ikut mewarnai Budi Utomo sebagai organisasi
perjuangan yang berkepribadian Indonesia.
Rajiman
berpendirian bahwa, bagaimanapun perjuangan dilakukan dan kemerdekakan
diperoleh, Negara dan bangsa Indonesia itu haruslah tetap berdiri tegak di atas
kepribadiaanya sendiri. Pendirian ini lahir dari keyakinan hidupnya setelah
bertahun-tahun menggumuli dunia filsafat dan kebudayaan. Rajiman di kalangan
cerdik-pandai dikenal juga sebagai seorang ahli filsafat dan kebudayaan.
Kehadiran Rajiman sebagai ahli filsafat dan kebudayaan merupakan jawaban yang
amat tepat terhadap tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam masa
penjajahan, sebab penjajahan dengan penetrasi kebudayaan telah merusak bahkan
memusnahkan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia.
Berkat
pendiriannya yang tegas itulah kemudian dokter Rajiman diberi kepercayaan untuk
memegang suatu jabatan yang terhormat sekali di depan nusa dan bangsanya, ialah
sebagai Ketua Badan Persiapan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada
saat menjelang kelahiran Negara Republik Indonesia. Tujuh puluh tiga tahun
Rajiman telah mengabdi kepada nusa dan bangsa yang dia cintai. Seluruh tenaga,
pikiran dan waktunya ditumpahkan untuk ibu pertiwi. Oleh karenanya nama Rajiman
Wedyodiningrat telah melekat erat dalam kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia dan bahkan tak seorangpun dapat menghapuskan coretan tinta emas dalam
bangunan gedung Republik ini. Mengapa demikian ? Rajiman Wedyodiningrat adalah salah
satu pejuang kemerdekaan dan peletak dasar Negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu, setiap kita mendengar nama Republik Indonesia selalu terkilas dalam benak kita nama Rajiman
Wedyodiningrat.
Rajiman,
nama yang telah dikenal setiap insan Indonesia yang dengan cermat mengikuti
setiap langkah perjuangan Bangsa Indonesia. Ia terkenal sebagai salah seorang
tokoh pergerakan yang bersama-sama kawannya telah berhasil mengantarkan
rakyatnya ke dunia percaturan politik internasional. Bangsa Indonesia bangkit
pada permulaan abad XX bersama-sama tokoh seperti dokter Wahidin Soedirohusodo,
dokter Soetomo, RTA Tirto Koesoemo. Budi Utomo adalah organisasi pergerakan
yang ia cintai, ia pelihara, ia bina dan kemudian Rajiman termasuk tokoh tua
dari organisasi tersebut. Sebagai seorang penasehat dalam organisasi, Rajiman
di tuntut memiliki pandangan jauh ke depan, keluhuran budi, suri tauladan dan
jiwa kepemimpinan yang terpuji. Rajiman adalah pendamai dan penenteram sewaktu
organisasi itu dilanda kegoncangan. Rajiman adalah penunjuk jalan dan pengarah
sewaktu organisasi itu mengalami kegelapan.
Rajiman
tokoh pemikir yang tangguh, penuh kesabaran, tawakal dan berkepribadian.
Sebagai seorang pemikir, Rajiman telah banyak menyumbangkan gagasan-gagasannya,
karya tulisannya yang amat bermanfaat bagi kemajuan perjuangan bangsanya,
kemajuan kemanusiaan, kemajuan kemasyarakatan, kemajuan budaya bangsa dan
berhasil menjunjung harkat martabat bangsanya baik di dalam maupun luar negeri.
Sebagai tokoh teosifi, Rajiman tidak jemu-jemunya memikirkan nasib manusia dan
kemanusiaan, serta tidak jemu-jemunya memikirkan tentang kebenaran, kemuliaan
dan keluhuran. Pemikiran-pemikiran itu kait mengkait satu sama lain bagaikan
gumpalan mutiara yang gemerlapan memancarkan sinarnya.
Kacintaannya
akan kemanusiaan, tertempa sejak kecil dan kemudian tumbuh subur sejak ia
mendapat kesempatan untuk menghirup pendidikan di sekolah dokter Jawa di
Batavia ( Jakarta ). Pembawaan yang mengalir sejak kecil kemudian merekah
bagaikan bunga yang sedang mekar, ketika ia lulus dari sekolah ini. Kecintaan
menolong kepada sesama kemudian berkembang dengan suburnya. Jiwa pengabdian
kepada masyarkat hidup subur bagaikan tumbuhan yang senantiasa mendapat pupuk
dan siraman air setiap harinya. Profesi sebagai seorang dokter merupakan tempat
yang amat nyaman baginya, oleh karenanya ia tekuni, ia miliki sepenuh hati dan
ia dambakan sampai akhir hayatnya. Banyak desa, bahkan sampai ke
pelosok-pelosok pernah ia kunjungi. Di sana, tidak ada kegiatan yang amat ia
senangi kecuali menolong sesamanya. Begitu dekat hatinya dengan rakyat
pedesaan, seolah tidak dapat dibedakan lagi antara Rajiman dengan jiwa rakyat.
Rajiman telah menyatu padu dengannya. Maka dari itu sampai akhir hayatnya, ia
tetap berada di tengah-tengah rakyat desa. Walaupun Rajiman sering berkunjung
ke luar negeri, bahkan pernah studi di luar negeri, dan tidak jarang bergaul
dengan orang Barat, tetapi nilai-nilai budaya Barat tidak mampu menggoncangkan
apalagi merusak kepribadiannya.
Rajiman
adalah pemimpin yang berpandangan jauh ke depan, pemimpin yang mengayomi semua
pihak dan semua kepentingan, pemimpin yang mencerminkan budi luhur. Oleh karena
itu, kepemimpinannya diterima oleh semua pihak.
Sebagai
seorang negarawan, Rajiman sampai akhir hayatnya terus menerus mengabdikan
dirinya pada kepentingan Negara dan Bangsa. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan,
Rajiman mengabdikan dirinya baik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung
maupun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Seluruh waktu dan tenaga maupun
pikirannya dicurahkan untuk kepentingan Negara dan Bangsa.
TAMBAHAN MATERI ( REFERENSI )
Radjiman
Wedyodiningrat
Dokter
dan tokoh pergerakan Indonesia yang berperan penting pada masa awal kelahiran
Republik Indonesia. Pada akhir Mei 1945, dengan terbentuknya Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atas inisiatif Jepang, ia menjadi ketuanya. Lahir
di Yogyakarta tanggal 21 April 1876, putera Ki Sutodrono, ibunya seorang
keturunan Gorontalo. Setamat ELS tahun 1893 ia melanjutkan pendidikan dalam
bidang kedokteran sampai mencapai gelar "dokter Jawa" (1898). Setelah
itu, ia mengabdi sebagai dokter di Banyumas Purworejo, dan Semarang. Belum puas
dengan gelar dokter Jawa, ia melanjutkan ke STOVIA di Jakarta sampai meraih
gelar Indisch Art (dokter pribumi) tahun 1904. Setelah bekerja di Lawang, Jawa
Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi, Amsterdam,
sampai meraih gelar Arts (dokter) tahun 1910. Dengan keberhasilan ini, ia
mencapai kedudukan yang sejajar dengan para dokter bangsa Belanda.
Ia
termasuk salah seorang tokoh pergerakan yang utama dan anggota Boedi Oetome
sejak berdirinya organisasi itu (1908) dan tetap menjadi anggotanya setelah
berubah menjadi Partai Indonesia Raya (akhir 1935). Pada tahun 1918 ia menjadi
salah seorang anggota pertama Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan pemerintah
Hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931. Pada masa
kemunculan berbagai studie club pada tahun 1925-an, sebagai anggota salah satu
perkumpulan itu, ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timbul
(1926-1930). Di majalah ini ia banyak menulis, terutama mengenai kesenian Jawa
dan Kawruh Jawa.
Pada
zaman pendudukan Jepang ia duduk sebagai anggota Syu Sangi-Kai (Dewan
Pertimbangan Daerah) Madiun dan kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Chua
Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan Pusat) dengan sebutan Gi-in atau anggota (1943).
Setelah Poetera (poesat Tenaga Rakjat) terbentuk, ia pun duduk dalam Majelis
Pertimbangan. Situasi di tanah air berkembang cepat. Setelah terdesak dalam medan
pertempuran di pasifik, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl) di Jawa pada akhir Mei 1945 dan menunjuk
Dr.Radjiman sebagai ketuanya. Beberapa waktu kemudian dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi Inkai dengan
Ketua Ir.Soekarno dan wakil Drs.Mohammad Hatta, sedangkan Dr.Radjiman duduk
sebagai salah seorang anggota.
Pada
awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan
kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam
perkembangannya, seluruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun
Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan
memimpin rapat pertama lembaga itu. Pada tahun 1950-1952 menjadi anggota DPR di
Jakarta. Walaupun telah berusia lanjut, pikirannya masih jernih sehingga
diangkat sebagaiSesepuh. Akhirnya pada tanggal 20 September 1952
Radjiman wafat di Walikukum, Ngawi Jawa Timur. Jenazahnya dimakamkan di Desa
Mlati, Sleman Yogyakarta, berdekatan dengan makam Dr.Wahidin Sudiro Husodo yang
telah membesarkannya.
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat (lahir
di Yogyakarta, 21 April 1879 – meninggal
di Ngawi, Jawa Timur, 20 September 1952 pada umur 73
tahun) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik
Indonesia.
Pendidikan
Dimulai
dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela
kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke
sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran
di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan
gelar dokter dan pada usia 24 tahun mendapat gelar Master of Art. Ia juga
pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan
belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika
melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula beliau
secara khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan
dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena melahirkan.
Sejak
tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo,
Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya
sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang meninggal
dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang
telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan
Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah
tersebut.
Karier di Boedi Oetomo
Dr.
Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi
ketuanya pada tahun 1914-1915.
Menjadi ketua BPUPKI
Dalam
perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah
satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa
dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di
saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap
daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan
kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai
wakil dari Boedi Utomo.
Pada
sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan
pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini
dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno
tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman
selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang
pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo,
Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah
Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa
pencetus Pancasila.
Pada
tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk
menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pemboman Hiroshima dan Nagasaki yang
menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang
akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.
Karier selanjutnya
Di
masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP dan
pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
dari RIS.
DAFTAR PUSTAKA
Sugito SH, A. T. Drs., DR. KRT. RAJIMAN WEDYODININGRAT : Hasil
Karya dan Pengabdiannya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta,
1998.
RINCIAN
BUKU
Judul Buku : DR. KRT. RAJIMAN WEDYODININGRAT :
Hasil Karya dan Pengabdiannya
Pengarang : Drs. A. T. Sugito, SH
Penyunting : Sutrisno Kutoyo
Drs. M. Soenyata Kartadarmadja.
Penerbit : CV. PIALAMAS PERMAI
Tahun Terbit : 1998
Kota Terbit : Jakarta
Jumlah Halaman :
103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar