KISAH RAHASIA SANG PEMIMPIN RADIKAL IRAN
Mahmoud Ahmadinejad dilahirkan
di Aradan pada tanggal 28 Oktober 1956. Ahmadinejad adalah anak keempat dari
tujuh bersaudara. Beliau tinggal di kota kecil nan sepi diujung utara padang
garam di pedalaman Iran. Aradan terletak didekat kaki perbukitan gersang yang
memagari terpian utara padang garam. Dari Teheran menuju kota itu membutuhkan 2
jam perjalan dengan mobil. Rumah pertama taman kanak-kanak Ahmadinejad ialah
sebuah rumah kontrakan sederhana dua lantai berbahan bata dan turap lumpur. Ahmadinejad
mulai bersekolah di Narmak pada awal tahun 1960-an, kira-kira bersamaan dengan
meningkatnya ketegangan antara pemerintah dengan ulama syiah dikota suci Qom.
Pada masa itu terjadi peristiwa-peristiwa politik yang berunjung pada pecahnya
revolusi Islam 1979. Satu generasi kemudian revolusi itu mengantar Ahmadinejad
menjadi presiden. Ayatullah Ruhollah Khomeini, seorang cendikiawan Muslim tak
dikenal dari Qom, pada tahun 1963 memimpin pemberontakan melawan kebijakan
modernisasi yang dilakukan Shah. Kebijakan itu diberinama revolusi putih itu
bertujuan untuk menata ulang struktur sosial dan ekonomi masyarakat Iran,
meliputi pengaturan kembali lahan dengan cara membeli lahan dari para tuan
tanah kemudian membagi-baginya menjadi persil (kaveling) kecil agar dapat
dimiliki rakyat biasa.
Dalam suasana dramatis
inilah Mahmoud kecil memulai pendidikannya di sekolah pertamanya, Saidi, adalah
sekolah negeri yang terletak di pinggiran jalan utama, hanya beberapa ratus
meter dari bengkel ayahnya. Lalu beliau di pindahkan dari sekolah negeri ke
Daneshmand (sang ilmuan). Daneshmand dianggap sebagai sekolah swasta terbaik di
Narmak, tentu saja biayaanya juga sepadan. Teman-teman masa kecilnya mengingat
Ahmadinejad sebagai anak bertubuh kecil pendiam, berwajah sendu. Mahmoud yang
sudah mengetahui cara membaca bagian-bagian berbahasa Arab dalam Al-Quran
memamerkan kepiawaiannya kepada anak-anak lain. Menurut cerita teman-teman masa
kecilnya, ayah Mahmoud selalu membangunkan dia di waktu fajar, waktu shalat
subuh, dan membantu anak laki-lakinya berlatih membaca Al-Quran. Ahmadinejad
pun menulis dalam blog-nya: “Untuk
menjauhkan kami dari atmosfer modern yang diembuskan Shah, atmosfer yang
merampas jati diri negeri ini, ayah mengenalkan kami kepada masjid dan manbar (mimbar yang digunakan untuk
berkhotbah sewaktu shalat Jumat-kepada dunia khotbah dan para khatib).”
Ia anak yang rajin
belajar. Sebelum berangkat ke sekolah, dia selalu mengunakan waktu setelah
shalat Jumat untuk belajar. Selama
sekolah menengah atas Ahmadinejad tidak terlalu aktif dalam kegiatan politik,
namun ia benar-benar mengikuti gaya hidup religious ayahnya. Masa politik
Ahmadinejad dimulai ketika ia masuk universitas pada tahun 1975 empat tahun
sebelum revolusi. Ia lulus ujian masuk universitas dengan nilai sangat
memuaskan. Ia mendapat peringkat ke-132 diantara 200.000 siswa yang bersaing
memperebutkan 10.000 tempat universitas. Ia memilih jurusan teknik pembangunan
di politeknik Narmak yang kemudian menjadi universitas Elm-o-Sanat Universitas
sains dan teknologi. Pada masa itu terjadi pergolakan dalam lingkungan
universitas. Gerakan sayap kiri bawah tanah dan oposisi Islam penentang Shah
telah menyebar. Berkat kenaikan harga minyak pada tahun 1973, Iran mampu keluar
dari kemiskinan. Shah berencana
mengembangkan Iran menjadi sebuah negeri industry modern. Tetapi sejalan dengan
majunya proyek pembangunan, perkembangan politik justru memburuk. Semua gerakan
oposisi dibubarkan. Tekanan politik di Negara itu berbanding terbalik dengan
pesatnya perkembangan ekonomi. Shah bahkan menyiarkan rekaman video yang isinya
menegaskan bahwa siapapun yang menentang kebijakannya dipersilahkan
meninggalkan negeri. Pembebasan aturan itu yang membangkitkan kemarahan para
ulama di Qom dan dikota-kota besar lain. Pemerintah mengizinkan minuman
beralkohol dijual bebas di toko-toko, kaum perempuan dibolehkan mengenakan rok
mini, dan bioskop diizinkan memutar film-film Barat.
Di universitas,
Ahmadinejad berkenalan dengan tulisan dan ajaran Dr.Ali Shariati. Dengan
seorang filsuf sayap kiri, berjasa telah menegakkan landasan intelektual bagi
para mahasiswa muda religious yang mengiginkan perubahan. Shariati pernah
ditangkap dan dijebloskan kepenjara karena melakukan kegiatan yang oleh SAVAK
polisi rahasia Shah, karena dianggap sebagai tindakan subversif. Ahmadinejad
juga aktif di masjid Jam’I Narmak. Ditahun ketiga di universitas dan menjelang
Revolusi, Ahmadinejad menjadi pendukung Ayatullah Khomeini. Secara
sembunyi-sembunyi, bersama teman-teman kepercayaannya, dia mencetak dan
meyebarkan pidato Khomeini dari tempat pengasingan. Polisi rahasia Shah telah
menandai keluarga Ahmadinejad sebagai salah satu yang berpotensi menentang pemerintah.
Keluarga itu dicurigai telah mencetak selebaran Revolusi, ketika polisi datang
menggedor pintu rumah, kakak beradik ituh kabur dan bersembunyi dirumah sepupu
mereka yang berada di kota gorgan. Sementara itu, Revolusi mengacaukan kuliah
Ahmadinejad di universitas. Unjuk rasa menuntut Shah turun dari pemerintahan
terjadi setiap hari disemua kota besar dan kecil. Tahun 1978 merupakan masa
ketika unjuk rasa semakin sering terjadi. Kekerasan dan kematian disusul oleh
unjuk rasa kekerasan, dan kematian lebih banyak. Di Narmak, kakak beradik
Ahmadinejad menggunakan kantong-kantong pasir untuk membangun pos pertahanan di
alun-alun dekat rumah mereka dan melakukan pengawasan keamanan lingkungan. Ahmadinejad
lambat laun muncul sebagi seorang pemimpin aktivis mahasiswa pendukung Islam
Khomeini di kampusnya. Suasana politik di kampus Ahmadinejad pada umumnya
beraliran kanan, dalam konteks ini berarti menjalankan doktrin-doktrin
tradisional dan mendukung kepemimpinan para ulama, sementara universitas lain
lebih mendukung sayap kiri yang dominan.
Menurut Ahmadinejad ,
tugas utama mereka (pendukung Islam)
adalah menggalangkan dukungan dan melawan penyebaran pengaruh kelompok-kelompok
sayap kiri, terutama Fedayeen-e-khalq yang mengusung Marxisme dan organisasi
muslim Mujahedin-e-khalq. Kata Ahmadinejad jauh sebelum beliau menjabat sebagai
seorang presiden. Sementara itu di Teheran dan kota-kota besar yang lain,
komunitas Islam merasa harus memperkuat posisi mereka di universitas. Dalam
lingkungan ulama pemimpin Revolusi, Ayatullah Mohammad Baheshti merupakan tokoh
kuat. Ia orang yang telah mendirikan landasan bagi para pendukung Khomeini
untuk mendapatkan kekuatan istimewa yang kemudian memicu revolusi Islam. Tidak
lama kemudian Ahmadinejad berhasil menjadi pimpinan Organization for
Consolidating Unity (OCU, Organisasi penggalang Persatuan). Dewan inti OCU
bertemu dengan Ayatullah Khomeini untuk melaporkan kegiatan dan menerima
perintah. Inilah kesempatan Ahmadinejad untuk bertemu pujaanya; bukan hanya
sebagai pemimpin agama, melainkan juga sebagai mentor politiknya.
Terpilihnya beliau menjadi presiden pada Juni 2005, Sebelum
beliau menjadi orang nomer satu di negaranya, beliau adalah anak seorang pandai
besi. Ahmadinejad pindah ke Teheran beberapa tahun sebelum kebijakan land
reform yang diterapkan oleh shah. Hampir
semua penduduk kota memilih Ahmadinejad ketika ia dicalonkan melawan Rafsanjani
pada pemilhan presiden tahun 2005. Tata cara pemilihan umum di Iran menyediakan
jatah kampanye merata melalui siaran televisi bagi semua calon presiden yang
telah disetujui tanpa melihat orientasi
politik mereka. Tanpa ada aturan resmi ini, Ahmadinehad sebagai calon yang
berasal dari luar kemapanan akan hampir tak berpeluang untuk diliput oleh
televisi. Rekamanya secara teknis sangat buruk dan tidak menjekasan rencana
kebijakan atau ambisi sang calon. Tak ada janji soal peningkatan taraf hidup,
tak ada misi tentang pemerintahan mendatang, dan jelas tanpa kesan seputar
kehangatan atau karisma. kecemasan pun
menggantikan euforia pemilihan umum diantara sebagian besar rakyat Iran. Dan
ketika Ahmadinejad memenangi pemilihan,
mereka memenuhi jalan utama dengan lampu warna-warni dan merayakan sampai larut
malam. Berharap kemiskinan dan pengangguran akan berakhir. Mereka juga menginginkan
perubahan dan kemakmuran di kota kecil Aradan. Massoumeh Sabaghian, sepupu
Ahmadinejad melukiskan kegembiraan penduduk kota. “ Kami berharap ia bisa
membawa keadilan, penyelamat bagi kaum miskin, dan memotong tangan para
pencuri,” katanya. Dia mengharapkan korupsi lenyap. “Bila ada orang yang bisa
membawa keadilan, itulah Ahmadinejad, yang akrab dengan pengawal Revolusi dan
Basij. Setelah menduduki kursi
keprisidenan, para pendukung Ahmadinejad justru putus asa menanti terkabulnya
semua harapan mereka.
Hanya 5 hari setelah
terpilih sebagai presiden pada Rabu, 29 Juni 2005, Ahmadinejad mendapat
pelajaran mengenai kekuasaan dari media Barat. Dia tiba-tiba dituduh sebagai
teroris. Sebuah foto bitam uram menampilkanseorang pemuda mirip Ahmadinejad
berdiri disamping sandera Amerika Serikat.
Di kedutaan Amerika Serikat di Teheran, tangan sandera itu di borgol dan
matanya di bebat kain. Ahmadinejad yang masih hijau dalam memanfaatkan media
Barat untuk meraih keuntungan,langsung menyangkal keterlibatannya. CIA
memeriksa foto dan rekaman video dari tempat kejadian tempat perkara di
Teheran, dan melaporkan bahwa Ahmadinejad mustahil terlibat. Seorang penjabat
Amerika Serikat yang turut menyelidiki foto itu mengatakan bahwa para pemeriksa
menemukan “ketidak sesuaian yang besar” antar figure pada foto tahun 1979 itu
dengan citra presiden Iran yang sekarang. Sang pejabat mengatakan bahwa
ketidaksesuaian itu meliputi perbedaan struktur wajah dan tubuh. Peristiwa
penyanderaan itu berawal pada pagi hari Senin yang mendung, 4 November 1979.
Waktu itu para pemimpin mahasiswa pendukung Khomeini dan rekan-rekan mereka
bergabung dalam gerak jalan menentang Amerika Serikat menuju gedung bata merah
kedutaan Amerika Serikat dipusat kota Teheran. Mereka menyebutnya sebagai
“sarang mata-mata”. Dikedutaan para mahasiswa tiba-tiba saja melepaskan diri
dari kerumunan pengunjuk rasa dan berlari kearah gerbang seperti orang gila,
meneriakkan kata-kata “Matilah Amerika”. Segera setelah para mahasiswa pengikut
jalan imam memasuki gedung, mereka menguasai seluruh kompleks kedutaan yang berisi
lebih dari 60 diplomat, staf, dan prajurit mariner AS. Peristiwa ini menjadi
awal dari drama penyanderaan yang berlangsung selama 444 hari. Beberapa jam
setelah penyanderaan dimulai, Ayatullah Khomeini mengumumkan dukungan terhadap
aksi para mahasiswa. Pengumuman itu memaksa Perdana Menteri Mehdi Bazargan yang
moderat mengundurkan diri. Pengunduran diri Bazargan menandai tersingkirnya
kelompok moderat yang berorientasi pada Barat atau setidaknya secara diam-diam
mendukung Barat, dari pergolakan politik revolusiner Iran.
Pada bulan Juni 2005
mengirimkan sebuah foto 2 orang penyendara ke internet, menyatakan bahwa salah
satu diantara mereka adalah Ahmadinejad. Foto tersebut menampilkan dua
laki-laki berjanggut mengapit seorang sandera AS. Sandera itu kemudian diyakini
sebagai Jerry Mielle. Ternyata difoto itu hasil jepretan fotografer Associated
Press pada tanggal 9 November 1979. MKO mengeluarkan pernyataan bahwa
penyandera kedutaan adalah para mahasiswa
dari kelompok OCU. “Mantan pengurus OCU yang terlibat dalan pendudukan
kedutaan Amerika Serikat mengatakan bahwa Ahmadinejad bertugas menjaga keamanan
selama aksi berlangsung,” demikan bunyi peryataan MKO. Komentar masih terus
berdatangan. Harian Washington Post mengutip
pengakuan mantan sandera lain, Charles Scott. “Ia salah seorang dari dua atau
tiga pemimpin mereka,” kata Scott, seorang pensiun kolonel angkatan darat yang
tinggi di Jonesboro, Georgia, kepada surat kabar. “Presiden Iran yang baru adalah
seorang teroris,” katanya. “tidak ada keraguan, dari gerak tubuhnya, ia jelas
orang yang sama.” Sementara di Teheran, beberapa mantan penyandera, yang banyak
di antara mereka sekarang menjadi
politikus reformis menentang Ahmadinejad, justru membantah pernyataan para
mantan sandera. Mohammad –Reza-Khatami adik mantan presiden sebelumnya,
Mohammad Khatami yang juga terlibat
dalam peristiwa penyanderaan, mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat
Ahmadinejad di kedutaan. “ Saya tidak ingat ia ikut dalam kejadian itu“. Katanya.
“ Saya benar-benar tidak mengingatnya ada disana”.
Mohsen Mirdamadi, salah
seorang pemimpin penyanderaan, mengaku kepada BBC bahwa presiden baru mereka
tidak pernah hadir dalam peristiwa di kedutaan Amerika Serikat. Politikus
reformis lainnya, Saeed Hajjarian, juga menyangkal dugaan bahwa laki-laki dalam
foto tersebut ialah Ahmadinejad. Hajjarian dahulu menjadi petugas intelijen senior
dan bisa disebut “catatan hidup Revolusi”. Dia mengatakan kepada Associated
Press: “Saya menentang kebijakan dan pemikiran Ahmadinejad, tetapi ia tidak terlihat
dalam peristiwa penyanderaan itu”. Hajjarian mengenali laki-laki di samping
kiri sander dalam foto sebagai Taqi Muhammadi, yang menurut Hajjarian ”berbalik
melawan pemerintah dan tewas bunuh diri di penjara.” Mohammadi ditangkap atas
tuduhan terlibat dalam peristiwa pengeboman pada tahun 1981 yang menewaskan
presiden dan perdana menteri Iran pada masa puncak pergolakan revolusi. Tetapi
laporan dari sumber lain menyatakan bahwa laki-laki yang mirip Ahmadinejad itu
sebagai seorang bernama keluarga Ranjbaran. Menurut lapoaran ini, Ranjbaran
ternyata seorang agen MKO yang kemudian
dieksekusi. Laporan itu menyepakati bahwa laki-laki di samping kanan sandera
adalah Jafar Zaker, yang tewas dalam perang Iran-Irak. Abbas Abdi, seorang pemimpin aksi di
kedutaan, mengatakan bahwa Ahmadinejad tidak terlibat, meski ketika kedutaan
telah diduduki, Ahmadinejad ingin berada disana.
Ahmadinejad sendiri tidak
memberikan peryataan, meski ketika berhadapan denga seorang wartawan New York Times diluar rumahnya, dua hari setelah berita
tersebar, ia menyangkal keterlibatannya dalam penyendaraan tersebut. “Ini tidak
benar. Ini hanya kabar burung,” katanya dari dalam mobil yang membawanya pergi. Ia juga pernah diwawancarai Christine
Amanpour dari CNN sekali lagi ia menyangkal keterlibatannya dalam penyaderaan.
Ahmadinejad: begini saya
juga mendengar kabar berupa ketika abru terpilih dan sebagaimana Anda ketahui,
sejujurnya saya tertawa. Mungkin ingatan saya telah dihapus dan diganti dengan
yang baru. Saya bingung, entah dari mana mereka bisa menarik kesimpulan seperti
itu. Dulu saya tidak memelihara janggut seperti sekarang.
Amanpour: jadi anda tidak
terlibat?
Ahmadinejad: tidak, tidak
seperti itu. Saya dahlu tidak terlibat.
Apapun yang sesungguhnya terjadi,
pembuktian terakhir justru datang dari sumber mengejutkan: CIA. Setelah
menganalisis foto controversial itu, badan intelijen AS itu menyatakan dengan
tegas bahwa sosok berjanggut itu bukanlah Mahmoud Ahmadinejad.
Di Maku, Ahmadinejad
seperti dijebloskan kedalam sumur tanpa dasar. Saat itu dia baru berusia 24
tahun. Pemuda berbahasa Persia ini ditugasi menggalang persekutuandengan warga
Syiah denga berbahasa Turki, menjamin
keamanaan warga Sunni berbahsa Kurdi dan bekerjasama dengan Pengawal Revolusi
yang kuat serta pasukan keamanan untuk mengusir kelompok-kelompok Kurdi
bersenjata dari distrik itu. Ini bukan situasi yang mudah dalam situasi politik
pada waktu itu, di tengah pemberontakan Kurdi yang menuntut otonomi. Ia harus
pergi ke masjid-masjid Syiah untuk meyakinkan warga Syiah bahwa pemerinyah di pihak mereka dan ia juga
harus menemui warga Kurdi yang curiga di masjid-masjid Sunni untuk mengatakan
bahwa Revolusi Islam itu milik seluruh rayat Iran. Tetapi ia juga harus
membantu mengorganisasikan perlawanan terhadap kekuatan bersenjata Partai
Demokrasi Kurdistan yangmenguasaijalanan menuju kota kecuali dalam beberapa jam
di siang hari. Sementara Ahmadinejad
masih berusaha menyesuaikan diri dengaan pekerjannya, pada bulan September 1980
pasukan Sadam Hussein melancarkan serangan mendadak dan memasuki wilayah Iran
dari daerah selatan perbatasan kedua Negara tersebut. Pasukan Irak yang tak
menemui perlawanan terorganisasi berhasil masuk ke pedalaman Iran, menguasai
daerah-daerah di provinsi Khuzestan yang banyak dihuni etnis keturunan Arab.
Pasukan Irak memulai tekanan lewat serangan udara yang menghancurkan bandara
Teheran pada Minggu, 21 September 1980.
Di kawasan suku Kurdi
tempat Ahmadinejad bertugas, pecahnya perang Iran-Irak membuka kesempatan bagi
kelompok perlawanan Kurdi (Kurdish Peshmergas) untuk menyerang balik pasukan
pemerintah dikawasan itu. Dalam pandangan mereka, wilayah-wilayah Kurdi di Iran dan Irak bisa menjadi awal pendirian
Negara merdeka , lantas ahirnya semua wilayah Kurdi di selatan Turki dan timur
Suriah bersama-sama bergabung. Sekrang Ahmadinejad menjadi bagian kampanye
politik maupun militer untuk mencegah penyebaran perang Iran-Irak ke sector
utara perbatasan kedua negeri, sambil terus melawan pemberontakan Kurdi di
dalam negeri. Pemberontakan Kurdi baru berhasil dipadamkan pada tahun 1983.
Namun bayarannya pemerintah harus lebih dulu mengirimribuan personil pasukan,
dan kelompok perlawan Kurdi tewas dalam pertempuran atau dihukum mati.
Operasi
milter terbesar dan paling berhasil yang dilakukan Pasukan Khusus Pengawal
Revolusi di bawah kendali Markas Ramazan ialah penyusupan sejauh 180km ke
wilayah Kurdistan Irak untuk meledakan klang minyak Kirkuk. Serangan itu
berhasil mengacaukan pasokan bahan bakar bagi angkatan perang Saddam Hussein. Operasi
Kirkuk dilaksanakan pada Jumat, 18 September 1987. Penggunaan senjata kimia
oleh Irak membuat moral baik prajurit maupun warga sipil Iran merosot sampai ke
tinggkat yang paling rendah sementara para pendukung Saddam Hussein di
negara-negara Barat pura-pura tidak tahu.
Bagi
Ahnadinejad, Kirkuk merupakan operasi paling berbahaya yang pernah ikuti.
Keterlibatan Ahmadinejad dalam perang Iran-Irak telah menciptakan akses kepada
individu-individu yang belakanganmenjdai elite politik Irak dan dalam prosesnya
menyediakan tilikan yang bernilai terhadap cara kerja politik Irak, yang
semuanya terbukti berguna setelah tahun 2003.
Dalam politik seperti
ini, Ahmadinejad berhasil meniti karier di barisan sayap kanan. Ia memilki
bukti yang menunjukkan bahwa dirinya seorang revolusioner sejati. Sebagai mantan
gubernur jendral. Ia telah menekankan kemurnian dan keunggulan Islamdalam
politik dan masyarakat. Ia pernah
menjalin kerjasama dengan pengawal Revolusi pada masa-masa perang, dan selama
itu, sejak hari-hari pertama Revolusi Islam, ia telah menjadi ujung tombak dan
aktivis bagi kelompok Islam garis keras. Dewa kota Teheran memiliki lima belas
kursi untuk anggota terpilih dan enam kursi untuk anggota cadangan.
Partai lain yang
mengajukan Ahmadinejad sebagai calon adalah Partai Peradapan Islam, sebuah
kelompok baru yang juga tidak terlalu menonjolkan symbol-simbol Islam. Sekali
lagi manifesto politik partai ini tidak menyebutkan Islam, kecuali dalam nama
partai. Mereka memperkenalkan sebagai Dr. Ahmadinejad, dengan gelar Ph.D. dalam
bidang teknik sipil. Ahmadinejad tahu banyak orang akan sulit tertarik kepada
calon dengan gelar Ph.D. dalam bidang lebih tidak popular, tranportasi.
Akan tetapi, dalam
pemilihan tahun itu kelompok reformis berhasil merebut sebagian besar jumlah
kursi parlemen. Pengalaman pemilu pertama Ahmadinejad di tingkat kota pun bukan
pengalaman membahagiakan. Dari 100.000 orang pemilih yang memenuhi syarat,
Ahmadinejad hanya mendapatkan posisike-23. Sementara 15 orang di urutan teratas
berhasil melenggang ke dewan kota Teheran, dan enam berikutnya duduk di kursi
cadangan, upaya pertama Ahmadinejad dalam pemilihan berakhir dengan kegagalan.
Tetapi orang pertama dalam urutan daftar tiga puluh orang kandidat yang akan
memperebutkan tiga puluh kursi di parlemen dari Teheran adalah Ali Akbar
Hashemi Rafsanjani, bakal pesaing dan lawan Ahmadinejad.
Salah satu partai yang
mencalonkan Ahmadinejad ialah partai peradapan Islam, yang telah muncul ke
panggung politik dalam pemilihan umum tingkat daerah setahun sebelumnya. Partai
ini menampilkan platform sebagai kelompok yang memperjuangkan ”pembangunan”
masyarakat, menyelenggarakan manajemen yang progresif untuk negeri, berjuang
membela nilai-nilai masyarakat, dan berupaya “mengorbankan semangat” bangsa.
Pada hari pemilihan, wajar bila sebagian besar rakyat Iran memilih kelompok
reformis yang kembali memenangi mayoritas kursi untuk perwakilan Teheran dan
provinsi-provinsi lain. Kaum konservatif Islam garis keras sekali lagi
terenyak. Yang lebih memalukan ialah
kandidat teratas mereka, Rafsanjani, hanya berhasil memduduki posisi ke-29, dan
nyaris tidak terpilih sama sekali.
Perolehan suara
Ahmadinejad jauh sekali dari perolehan suara tiga puluh calon teratas yang bisa
menduduki tiga puluh kursi perwakilan Teheran di perlemen. Ia dan rekan-rekan
koservatifnya terpaksa menjalani kampanye menyedihkan dalam masa persiapan
pemilihan umum dengan rapat-rapat yang sepi pengunjung.
Selama berbulan-bulan,
Ahmadinejad dan sejumlah anggota kelompok konservatif lebih muda secara berkala
bertemu untuk membahas dan menganalis posisi kelompok konservatif religious
dalam perkembangan politik di negerinya. Pemilihan umum dewan daerah pada tanggal
28 Ferbruari 2003 diselenggarakan ketika dukungan terhadap kelompok-kelompok
reformis sedang berada di titik rendah. Dewan daerah Teheran, yang sebelumnya
didominasi oleh kelompok reformis, menjadi panggung persaingan tak sehat dan
secara politik melumpuhkan faksi-faksi reformis, membuat kinerja dewan
infektif. Di tingkat nasional, Presiden
Khatami, para reformis di sekelilingnya, dan mereka yang berbeda di parlemen,
melakukan serangkaian kesalahan penilaian ketika mereka menghadapi tekanan dari
kelompok-kelompok Islam garis keras, membuat banyak orang yang telah memilih
mereka merasa khawatir bahkan seolah-olah tertipu.
Pada pemilihan umum dewan
daerah sebelumnya, 1,4 juta pemilik di Teheran telah menggunakan hak mereka,
sedangkan dalam pemilihan umum dewan daerah terakhir hanya 5,6 juta pemilih
yang memberikan suara. Di tingkat nasional hanya 16 juta dari 41 juta pemilih
telah menggunakan hak pilih, dibanding 34 juta dalam tahun 1999. Di Teheran
sendiri hanya 12 persen pemilih memberikan suara mereka-angka yang paling
rendah sejak Revolusi. Banyak diantara rakyat Iran telah bosan terhadap
permainan politik yang memanfaatkan nama Islam.
Pengalaman
dan prestasi politik Ahmadinejad begitu sedikit, sehingga bahkan di Taheran pun
kota tempat ia menjadi walikota selama dua tahun-ia tak begitu dikenal. Mereka
yang mengenal Ahmadinejad pun hanya ingat pada usulan kontroversialnya untuk
memakamkan jasad syuhada Perang Iran-Irak di “tempat semestinya”, yaitu
alun-alun dan taman kota Taheran yang padat pengunjung. Sedemikian sepi
kampanye Ahmadinejad, dan begitu mustahil peluang calon yang satu ini untuk
menang, maka hanya sedikit wartawan baik dalam maupun luar negeri yang meliput
pemilihan umum ini cukup peduli untuk menyebut namanya dalam pemberitaan
mereka. Tidak ada satu surat kabar pun, partai atau organisasi politik yang
mendukung Ahmadinejad dalam usahanya meraih jabatan tertinggi di pemerintahan
ini. Selain Ahmadinejad, ada tiga calon lain dari kelompok Islam sayap kanan,
dan semua komentator politik serta masyarakat awam beranggapan bahwa salah satu
dari tiga calon itu mempunyai jauh lebih sukses dalam pemilihan.
Bahkan
teman-teman dekat Ahmadinejad di Jamiat e Isargaran tidak mendukungnya dalam
kampanye pemilihan dan lebih memilih calon kelompok Islam lain. Begitu pula
Asosiasi Insinyur Islam, meski dibentuk sendiri oleh Ahmadinejad. Dewan
Koordinasi diketuai Ali Akbar Nategh Nouri, mantan calon presiden sebelumnya
dan teman lama Ahmadinejad juga tidak mendukung beliau. Ahmadinejad bahkan
tidak memperoleh dukungan dari sekutu-sekutupolitik terdekatnya. Organisasi
politik konsevatif Abadgaran, yang telah dia bantu sampai meraih kemenangan
dalam pemilihan dewan pada tahun 2003, lebih memilih calon lain. Padahal
Ahmadinejad telah menggunakan pengaruh dan segala sumberdaya yang ada di
pemerintah kota. Lima puluh anggota parlemen yang pernah memperoleh bantuan
dari Ahmadinejad malahan mengeluarkan pernyataan yang isinya mengimbau agar
Ahmadinejad mundur dari ajang pemilihan.
Karena
mereka menganggap Ahmadinejad tidak punya peluang untuk terpilih dan hanya akan
memecah-mecah suara bagi calon-calon kelompok Islam. Setiap surat kabar Iran
telah memiliki calon-calon favorit, mereka bahkan banyak di antara mereka
merupakan sekedar perpanjangan lidah dari beragam kelompok Islam yang membawa
pandangan politik masing-masing. Namun tak ada yang memilih Ahmadinejad. Dalam
msa menjelang pemilihan umum, Rafsanjani dipastikan meraih dukungan paling
banyak. Kantor berita Iran yang reformis, ISNA,menggalar jajak pendapat terhadap
delapan orang calon di Teheran dan dua belas kota lain, mendapati Rafsanjani
unggul 19,1%, diikuti calon garis keras Qalibaf yang mendapatkan 9,5%, dan
calon reformis Moin mendapatkan 6%. Sementara Ahmadinejad hanya menduduki
posisi kedua dari bawah, dengan perolehan suara 2,8%.
Satu-satunya
pertanyaan yang diajukan masyarakat dan para komentator politik ialah kapan
Ahmadinejad kan mengundurkan diri dari ajang pemilihan presiden dan merelakan
suaranya kepada calon sayap kanan yang lebih pantas. Bahkan rekan terdekat
Ahmainejad yang juga menjabat ketua Dewan kota Teheran, Mehdi Chamran, enggan
menjanjikan Ahmadinejad tetap mengikuti pemilihan. “Banyak desakan agar
Ahmadinejad mengundurkan diri. Semua orang ingin ia keluar dari ajang pemilihan
presiden, tetapi ia belum siap untuk pergi, kata Chamran. Ahmadinejad mulai
kesal dengan laporan terus-menerus bahwa ia akan menarik diri. “Saya telah
menyangkal, tetapi setiap hari selalu ada orang yang mengatakan kepada media
bahwa saya akan mundur. Saya akan tetap bertahan sampai akhri. Pilihan ada
ditangan rakyat,” kata Ahmadinejad. Ia bersikukuh. Bukan hanya akan bertahan
dalam ajang pemilihan, tetapi ia juga yakin akan menang.
Diam-diam,
Ahmadinejad menikmati dukungan dari sejumlah tokoh paling berpengaruh dalam
politik Iran. Orang-orang ini antara lain seksi-seksi penting dalam Barisan
Pengawal Revolusi, sukarelawan Basij, serta Majelis Wali. Ia juga didukung oleh
Institut Pendidikan dan Penelitian Imam Khomeini di Qom, pimpinan mentor
spiritualnya, Ayatullah Mohammad Taqi
Mesbah-yazdi. Dan yang paling penting, belakangan terungkap bahwa Ahmadinejad
merupakan calon yang lebih disukai oleh Pemimpin
Agung Ayatullah Khamenei. Sungguh di luar dugaan, seorang calon yang tidak
didukung partai-partai politik dan tampak tak punya harapan, ternyata secara
sembunyi-sembunyi merupakan pilihan utama kelompok religius yang berkuasa,
lembaga-lembaga mereka, dan kekuatan bersenjata mereka.
Kontroversi telah
mewaranai hari-hari menjelang pemilihan umum. Para calon diluar kelompok Islam telah disingkirkan sejak awal dari
ajang pertaruangan oleh Majelis Wali. Majelis ini berfungsi sebagai penjaga
kelompok konservvatif yang sah berdasarkan undangan-undangan dasar. Hampir 42
juta orang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum presiden pada tanggal 17
juni untuk mencari pengganti Presiden Mahmoud Khatami. Dia tokoh berwatak
lembut, namun inefektif dalam membela reformasi. Di ujung spectrum lain,
Ahmadinejad dan para calon lain dari kelompok garis keras memandang pemilihan presiden
ini sebagai kesempatan untuk lembaga eksekutif, satu-satunya bagian dalam
pemerintahan yang belum berhasil mereka kuasai.
Mereka ingin menghapus
sejumlah kebijakan liberalisasi yang telah dikeluarkan oleh presiden Khitami,
menghentikan proses kelonggaran social, dan semua kemungkinan rekonsiliasi
dengan Amerika Serikat. Bila berhasil menguasai lembaga eksekutif, mereka
percaya bisa mencetak Iran menjadi masyarakat ideal menurut mereka, yakni
masyarakat Islam semi militer yang akan menyebarkan pengaruh revolusi Islam
keluar Iran.
Sebagai kawan lama
Ayatullah Ruhollah Khomeini, Rafsanjani merupakan salah satu dari hanya sedikit
orang yang telah membantu mengarahkan rezim Islam, melewati tahun-tahun awal
revolusi yang penuh darah dan pergolakan, termasuk melewati perang melelahkan
melawan Irak selama delapan tahun. Rafsanjani ingin membantu sector swasta
mengambil peran lebih besar dari perekonomian.Ia juga ingin melanjutkan
kebijakan internasional Khatami, yang telah meningkatkan hubungan Iran dengan banyak
Negara lain. Karena reputasinya sebagai
seorang juru runding, para pemimpin Negara barat mengharapkan Rafsanjani bisa
mempunyai pengaruh dan kekuasaan untuk mengendalikan kekuatan politik garis
keras ekstrem dan mendorong kesepakatan baru dengan Negara-negara barat
mengenai masalah nuklir.
Pada waktu bersamaan, ia
membuat pesaing-pesaingnya tersinggung ketika berulang-ulang mengatakan bahwa
ia terpaksa mengajukan diri karena tidak ada calon lain yang pantas. Diantara
keempat calon dari kelompok garis keras, calo paling berbahayaialah Mahmoud
Baqer Qalibaf. Kepala kepolisian Teheran berusia 43 tahu itu diyakini merupakan
pilhan utama Ayatullah Khamenei. setelah kampanye mulai, semuanya menjadi
jelas. Qalibaf ternyata membidik dukungan dari kalangan pemilih usia muda.
Qalibaf memang berbakat menarik perhatian masyarakat.
Hampir semua orang mengatakan bahwa
peluang Ahmadinejad sudah tertup. Tapi semakin berat dia harus menghadapi
rintangan, justru membuat sang waliota Teheran lebih agresif dan melakukan
retorika militer. Dua tahun sebelumnya,
pada tahun 2003, Ahmadinejad telah membantu memastikan kemenangan kelompok
neokonservatif Abadgaran dalam pemilihan umum dewan daerah. Semboyan kampanye
Ahmadinejad ialah “KITA BISA”, seolah-olah
rakyat Iran sedang menderita krisis percaya diri sehingga perlu disemangati.
Acara kampanye
Ahmadinejad hampir selalu dibuka oleh seorang laki-laki yang melantunkan lagu
rohani bernada sendu tentang para syuhada dan para imam yakni orang-orang suci
mazhab syiah yang telah mengalami penganiayaan dalam masa awal perkembangan
Islam. Kemudian ia menjelaskan tujuannya yaitu, meletakkan dasar pembentukan
sebuah gerakan Islam dunia dengan cara mewujudkan pemerintahan Islam di Iran
sebagai model. Ia menyatakan bahwa perwujudan pemerintahan seperti itu
merupakan cita-cita Nabi Muhammad, iman, para syuhada, dan semua muslim.
Pemungutan suara
dilakukan pada Jumat, 17 Juni 2005. Esok paginya, sewaktu hasil penghitungan
suara dilaporkan secara langsung melalui televise Negara, sesuatu yang sangat
aneh terjadi. Enam juta suara ini betul-betul mengubah hasil pemilihan umum.
Melalui televisi Negara, hari itu seorang wartawan melaporkan dari kantor pusat
pemilihan umum. Menurut Majelis Wali, lebih dari 21 juta suara telah dihitung
dan Rafsanjani memimpin perolehan suara, diikuti Ahmadinejad. Ini aneh dan
jelas merupakan kejutan besar bagi banyak orang. Akan tetapi yang terjadi selanjutnya lebih aneh
lagi. Hanya dalam hitungan menit, laporan lain disiarkan mengulang sebuah
pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri bahwa 15 juta suara.
Hasil penghitungan ini
tampak lebih mirip dengan hasil-hasil jajak pendapat sebelum hari pemilihan
umum dan perkiran media yang meliputi pemilihan umum presiden. Pada saat
bersama semua calon kecuali Ahmadinejad menyatakan ketidakpuasan. Karroubi,
yang pada jajak pendapat diperkirakan akan menjadi pesaing Rafsanjani pada
putaran kedua, mencurigai adanya kecurangan besar-besaran dalam pemungutan
suara. “Dengan bantuan Yang Maha Kuasa, saya tak membiarkan ini terjadi,” kata
Ayatullah dalam pesan lisan melalui ajudannya. Rafsanjani, pemenang putaran
pertama, mengungkapkan keraguannya soal kesahihan pemilihan umum yang baru
berlalu dan menyatakan bahwa suara rakyat telah dimanipulasi. Menteri Dalam
Negeri Abdul-Vahed Mausavi Lari, pejabat tertinggi kementrian yang bertanggung
jawab atas pemungutan suara ,juga menggemarkan tuduhan soal kecurangan. Ia
menyatakan bahwa “organ-organ militer” telah menerima tugas pengawasan dalam
pemilihan dengan tujuan mempengaruhinya.
Menurut sumber-sumber tepercaya,
sesungguhnya hanya beberapa hari sebelum pemungutan suara diselenggarakan, akhir
pemilihan umum telah di tentukan dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi di
kediaman Pemimpin Agung Iran, Ayatullah Khamenei.
Pertemuan
itu menetapkan bahwa Ahmadinejadlah yang harus diberi dukungan, bukan Qalibaf.
Alasan keputusan itu ialah laporan kepada pemimpin Agung yang kemudian membuat Qalibaf diragukan kepatutannya untuk menjadi
seorang presiden.
pada sabtu, 24 Juni satu hari setelah
pemilihan putaran kedua, para pendukung Ahmadinejad bersuka cita. Hasil
perhitungan suara menegaskan bahwa calon mereka memperoleh kemenangan telak,
member tamparan memalukan kepada Rafsanjani dan membuka bab baru dalam sejarah
pergolakan Iran pasca-Revolusi.
Ketika
kemenangannya ditegaskan Ahmadinejad menyampaikan pidato yang di luar dugaan
sangat murah hati dan bersemangat perdamaian. Ia berjanji untuk “membangun
masyarakat Islam yang maju, kuat dan bisa menjadi teladan”. Hari ini, semua
persaingan harus diubah menjadi persahabatan.
Progam pengayaan uranium
Iran masih ditunda ketika Mahmoud Ahmadinejad memenangi pemilihan presiden di
bulan Juni 2005. Jelas bahwa penghentian itu tidak akan berlangsung lebih lama
lagi. Negara-negara Barat selalu memperhatikan pergantian kekuasaan di Timur
Tengah, tetapi pemilihan presiden Iran tahun 2005 jauh lebih penting dalam
kaitannya dengan masalah nuklir.
Ahmadinejad tampak entah
abai atas kesulitan Iran atau percaya bahwa keberanian merupakan cara untuk
meraih hati dan pikiran para pemilih. “ Saya menolak anggapan bahwa masalah
nuklir telah menciptakan kritis untuk negeri ini. Krisis apa? Teknologi nuklir
itu hak kita dan tak seorang pun bisa mencabutnya dari kita. Kita telah
melangkah sampai sejauh ini, maka atas seizing Allah, kita tinggal perlu
selangkah lagi.
Sejak hari pertama
kepresidenannya, nuklir langsung menjadi masalah utama. Ahmadinejad dan para
pendukung Islam garis keras bertekad menghidupkan kembali program pengayaan
uranium. Begitu dia terpilih, Iran secara resmi meminta IAEA mencabut segel
mesin-mesin Fasilitas Konversi Uranium Isfahan.
Ahmadinejad telah dengan
tegas menyatakan ia ingin perubahan menyeluruh dalam tim perundingan. Ia ingin
tim baru itu menegakkan “sikap berani dan pantang mundur dalam masalah nuklir”.
Sekarang masalah nuklir tampak telah berubah menjadi krisis nuklir.
Usulan-usulan telah ditolak. Perundingan ditekankan oleh tim garis keras Iran
yang baru. Konflik militer agaknya sulit dihindari. Dalam situasi inilah
Ahmadinejad pergi ke New York untuk berpidato di depan Majelis Umum PBB dalam
bulan September 2005. Pidatonya disampaikan setelah ditunda selama 11 jam.
Pidatonya merupakan
gabungan aneh antara kepalsuan dan sifat agresif. Dia mengulang peryataan bahwa
progam nuklir Iran bersifat damai dan menyerang upaya kekuatan asing untuk
mencegah Iran melakukan pengayaan uranium sebagi kebijakan “apartheid nuklir”.
Dia mengancam serius dengan ambisi senjata nuklirnya bila tekanan terhadap Iran
masih berlanjut. Andai pidatonya ini memang sengaja untuk meredakan krisis,
Ahmadinejad betul-betul gagal.
Ahmadinejad kembali ke
Teheran tepat ketika pertemuan dewan IAEA yang membicarakan usulan-usulan Iran
baru dimulai. AS dan beberapa Negara Eropa mendukung rencana untuk secepatnya
melaporkan Iran ke Dewan Keamanan, tetapi gagasan mereka memperoleh ganjalan
dari Rusia, Cina dan sejumlah Negara anggota Gerakan Non-Blok yang masih ingin
membuka peluang untuk diplomasi.
Kunjungan Ahmadinejad ke
New York gagal, baik secara diplomasi, politik maupun dari segi humas. Minimal,
begitulah pandangan Negara-negara Barat. Akan tetapi di Iran sang Presiden
disambut sebagai pahlawan. Ahmadinej kalaupun ada orang dan penganut keras sedang berjaya. Kalaupun ada orang di
Iran berharap akal sehat akan menang, perkembangan ini tak menampakkan titik
terang.
Sikap keras kepala Ahmadinejad
dalam perkara nuklir membuat sebagian orang di Teheran percaya bahwa ia dan
kelompok militer nakepada renzim. Barangkali justru bertujuan untuk membuat AS
batal menyerang Iran, karena berfikir bahwa serangan itu dapat menggalang
dukungan kepada renzim.
Ahmadinejad percaya bahwa
mereka yang beriman kepada Allah mustahil dikalahkan. Buat mereka yang dekat
dirinya, ia sosok paling tahu –ia keajaibanmilenium ketiga. Ahmadinejad mampu
menghadirkan keajaiban yang sering tampak oleh makhluk fana. Ia sedang dalam
misi mengubah dunia, tidak hanya Iran, dan ia siap untuk berperang – andai dia
perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Naji Kasra. Ahmadinejad
kisah rahasia sang Pemimpin Radikal Iran.Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar