I.
RINGKASAN ISI BUKU
I.I
Kisah Keluarga
AMIEN RAIS lahir di Solo, 26 April
1944, dari sebuah keluarga yang sangat taat dalam menjalankan agamanya. Suhud
Rais, ayahnya,adalah lulusan Mu’allimin Muhammadiyah dan semasa hidupnya
bekerja sebagai pegawai kantor departemen agama. Sang Ibu, Sudalmiyah juga
dikenal sebagai seorang guru yang ulet. Dia mengajar di sekolah guru kepandaian
putri (SGKP) negeri dan sekolah bidan Aisyiyah Surakarta. Karena prestasinya di
dunia pendidikan, pada tahun 1985, Sudalmiyah mendapat gelar ibu teladan sejawa tengah. Dia juga aktif di
partai politik Masyumi ketika masa jayanya pada tahun 1950an. Kakek Amien Rais,
Wiryo Soedarmo,dalah salah seorang pendiri muhammadiyah di gombong, jawa
tengah. Jadi Amien Rais dilahirkan dari keluarga yang sangat kental warna
muhammadiyahnya.
Amien merupakan anak kedua dari
enam bersaudara. Kakaknya adalah Fatimah, dan empat adiknya adiknya adalah abdul rozak, achmad dahlan, siti
aisyah, dan siti asyiah. Mereka tumbuh dan dibesarkan di kampung kepatihan kulon.
Sejak kecil mereka sudah dilatih disiplin oleh sang ibu. Walaupun legas, tetapi
yang ibu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Anak-anaknya dibiarkan tumbuh
secara alam, sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
Sewaktu masih duduk dibangku SD,
Amien kecil bercita-cita menjadi wali kota. Cita-cita ini sangat dipengaruhi
oleh kekagumannya pada Muhammad Saleh yang menjabat wali kota solo waktu itu.
Muhammad Saleh adalah seorang muslim yang taat. Dia sering memberikan pengajian
di balai muhammadiyah solo. Wali kota asal Madura ini sangat dihormati dan
dicintai oleh rakyatnya. Namun setelah SMA, cita-cita Amien berubah. Dia ingin
jadi duta besar. Mungkin cita-cita ini yang ikut memengaruhinya untuk memilih
jurusan hubungan internasional ketika memasuki perguruan tinggi.
Amien Rais menikah pada 9
februari 1969, dengan seorang gadis yang
sudah dikenalinya sejak mereka masih sama-sama kanak-kanak, Kusnasriyati Sri
Rahayu. Selama sepuluh tahun pertama pernikahannya dia belum dikaruniai anak,
meskipun dia sudah berkonsultasi dengan banyak dokter spesialis kandungan di
Solo, Yogya, bahkan ketika berada di Chicago. Sampai suatu saat mereka bedua
mendapat kesempatan naik haji ke Mekah. Di depan Kabah mereka berdua
memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar memenuhi keinginan mereka akan
keturunan. Waktu itu mereka sedang melakukan penelitian di Mesir. Setelah
kembali ke Kairo, dua bulan kemudian sang istri hamil. Bagi mereka berdua,
kejadian itu merupakan mukjizat dan karunia Allah semata. Setelah anak yang
pertama, selanjutnya setiap dua tahun sang istri hamil lagi. Kini mereka sudah
dikaruniai lima orang anak, tiga putra dan dua putrid. Nama-nama mereka diambil
dari Al-Quran dan dikaitkan dengan kenangan dan pristiwa yang menyertai
kelahirannya. Yang pertama diberi nama Ahmad Hanafi, kemudian Hanun Salsabiela,
Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, dan terakhir Ahmad Baihaki.
Kusnasriyati adalah seorang ibu
rumah tangga biasa. Untuk mengisi kesibukannya, dia mendirikan Taman
Kanak-Kanak (TK) di sebelah rumahnya. Karena ketekunannya, TK ini menjadi besar
dan terkenal. Dia juga membuka kedai sederhana yang diminati banyak mahasiswa.
Dilihat dari penampilannya yang sederhana, termasuk gaya bicara yang sederhana,
dia tidak beda dengan ibu rumah tangga lainnya. Tetapi, dimata Amien Rais, dia
adalah wanita luar biasa. Keberanian dan ketegaran yang dimiliki Amien Rais
ternyata tidak lepas dari peran sang istri.
I.II
Riwayat Pendidikan
Pendidikan Amien Rais, mulai dari
TK sampai SMA, semuanya dijalani di sekolah Muhammadiyah, di kota kelahirannya,
Solo. Menurut Amien, karena kecintaan sang ibu pada sekolah Muhammadiyah, maka
seandainya ketika itu sudah ada perguruan tinggi Muhammadiyah, pasti ibunya
akan memintanya untuk kuliah di situ. Sekolah Dasar diselesaikan tahun 1956,
kemudian SMP pada tahun 1959 dan SMA pada tahun 1962. Disamping sekolah umum,
dia juga mengikuti pendidikan agama di pesantren Mambaul Ulum. Dia juga pernah
nyantri di Pesantren Al Islam.
Setelah tamat SMA, dia melanjutkan
studinya di Fisipol Universitas Gajah Mada (UGM). Dalam waktu yang bersamaan.
Dia juga terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kuliah paralel ini dijalaninya sampai
munculnya larangan kuliah ganda oleh pemerintah.
Tahun 1968 Amien menyelesaikan
studinya di UGM dengan tugas akhir berjudul Mengapa
Politik Luar Negeri Israel Berorientasi Pro Barat. Dia lulus dengan nilai
A. kemudian dia melanjutkan pendidikan pascasarjana di university of Notre
Dame, Indiana, yang diselesaikan tahun 1974 dengan gelar MA. Tesisnya mengenai
politik luar negeri Anwar Sadat yang
waktu itu sangat dekat dengan Moskow. Itu sebabnya Amien juga harus mendalami
masalah komunisme, Uni Soviet, dan Eropa Timur. Minatnya yang sangat besar
dalam masalah timur tengah tetap tumbuh. Setelah pulang ketenah air sebentar,
dia kembali lagi ke Amerika untuk mengikuti program Doktor di university of
Chicago dengan mengambil bidang studi timurtengah. Dia berhasil meraih gelar
doctor padatahun 1981, dengan disertasi berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise and Resurgence
(Ikhwanul Muslimin di Mesir : Kelahiran,Keruntuhan,dan Kebangkitannya kembali).
Penelitian untuk menyusun disertasinya dilakukan di Mesir dalam waktu
sekitar satu tahun. Selama berada di Mesir, waktunya dimanfaatkan juga untuk
menjadi mahasiswa luar biasa di Departemen Bahasa Universitas Al-Azhar, Kairo.
Setelah menyelesaikan studinya, dia
kembali ke almamaternya. Dia mengasuh mata kuliah Teori Politik Internasional,
Sejarah, dan Diplomasi di Timur Tengah. Dia juga dipercaya mengajar mata kuliah
teori-teori Sosialisme. Yang paling menyenangkannya adalah mata
kuliah Teori Revolusi dan Teori Politik.
I.III Sebagai Aktivis
Sejak belia Amien Rais sudah
terlibat dalam berbagai gerakan. Kecintaannya pada organisasi diawali dari keterlibatannya di pandu Hizbul Wathon. Dia
dipercaya oleh teman-temannya untuk memimpin sebuah regu yang terdiri dari
tujuh orang yang diberi nama regu Rajawali. Regu yang dipimpinnya selalu
memenangkan barbagai perlombaan, seperti lomba tali-temali, morse, membuat
jembatan, sampai pada lomba masak-memasak. Di sinilah Amien kecil mulai
menyadari kekuatan kebersamaan dan makna kepemimpinan. Ketika menjadi
mahasiswa, dia termasuk salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM). Dia juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan pernah
dipercaya untuk menduduki jabatan sekertaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam
(LDMI) HMI Yogyakarta.
Disamping kegandrungannya
berorganisasi, Amien Rais juga sudah menulis artikel sejak belia. Berkat
ketekunannya di dunia Jurnalistik, oleh tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia
yang terbit di Bandung bersama-sama dengan Harian Kami di Jakarta, dia pernah mendapat
anugrah Zainal Zakse Award.
Sepulang dari studi di Amerika
tahun 1981, Amien Rais kembali ke
habitatnya di Muhammadiyah. Pengaruh pemikirannya cepat meluas, tidak hanya
dikalangan Muhammadiyah tetapi juga menerobos dunia kampus dan aktivis masjid. Pada
saat itu, dia tergolong Intelektual muda Islam yang bergelar Doktor sains
modern yang fasih berbicara mengenai wacana keagamaan. Berbagai pemikirannya
segera menjadi bahan diskusi dan rujukan generasi muda kampus, khususnya
dikalangan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM).
Aktifitas Amien di Muhammadiyah
semakin intens setelah Muktamar Muhammadiyah
ke-41 di Surakarta (1985). Saat itu, dia dipercaya sebagai ketua Majelis
Tablig. Tahun 1988 dia dipercaya menjadi ketua pusat pengkajian strategi dan
kebijakan (PPSK). PPSK merupakan lembaga kajian yang cukup bergengsi.
Selanjutnya, Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta (1990) mengantarkannya
sebagai salah seorang wakil ketua PP Muhammadiyah. Ketika ketua PP Muhammadiyah
K.H. Achmad Azhar Basyir meninggal dunia (28 juni 1994), Amien ditetapkan
sebagai pejabat ketua oleh pleno PP Muhammadiyah, menggantikan Almarhum.
Selanjutnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh (1995), Amien
terpilih sebagai ketua PP Muhammadiyah (1995-2000), dengan dukungan suara 98.5%.
Terpilihnya Amien sebagai orang
nomor satu di Muhammadiyah menjadi fenomena yang menarik. Tampilnya Amien
menandai pergeseran pola kepemimpinan yang cukup signifikan, dari figur
ulama/kiai kepada cendikiawan/intelektual. Sejak berdirinya, Muhammadiyah
selalu dipimpin oleh tokoh kiai atau ulama. Mulai dari K.H. Ahmad Dahlan sampai
dengan K.H. Achmad Azhar Basyir, semuanya adalah figur ulama. Amien Rais, ketua
Muhammadiyah ke-13, adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan bukan
agama, sehingga dia lebih dikenal sebagai seorang cendikiawan dari pada seorang
ulama/kiai.
Kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) tidak dapat dilepaskan dari peran Amien Rais. Dia masuk tim
persiapan pendirian ICMI bersama Sembilan cendekiawan lainnya, antara lain
Muslimin Nasution, Dawam Rahardjo, Sri Bintang Pamungkas, Djamaluddin Ancok, dan
Ahmad Watik Pratiknya. Bahkan, jauh hari sebelum ICMI menemukan bentuknya,
ketika para mahasiswa dari Universitas Brawijaya (Unibraw), Malang, berjuang
mengumpulkan tanda tangan dalam rangka mencari dukungan bagi rencana mereka
mendirikan wadah bagi cendekiawan muslim Indonesia, Amien sudah terlibat.
Ketika anak-anak itu menemui Dawam Rahardjo di Jakarta, mereka disarankan Dawam
untuk ke Yogyakarta sembari berpesan, “kalau ke Yogya, cari saja Amien Rais,
karena dialah the godfather-nya cendekiawan
Yogya. Kalau Amien ikut, yang lainnya akan katut (ikut serta).”
Saat ICMI resmi terbentuk, Amien
ditunjuk sebagai salah seorang asisten ketua umum bersama H. Muhammad Thohir,
Moestahid Astari, Haryono Dhanutirto, Quraish Sihab, Amin Aziz. Kemudian, saat
terjadi restrukturisasi organisasi, Amien dipercaya untuk menjabat ketua dewan
pakar, sebuah jabatan yang sangat strategis dan bergengsi. Di sini dia bergaul
dekat dengan Ahmad Tirtosudiro dan Sayidiman Suryohadiprojo, dua orang jenderal
(purnawirawan) yang cukup berpengaruh. Dia juga bergaul dengan beberapa orang
menteri, seperti Wardiman dan Haryanto Dhanutirto, disamping para pengusaha
nasional, seperti Fadel Muhammad dan Aburizal Bakrie. Hubungannya dengan Yusuf
Hasyim, seorang tokoh senior NU yang juga paman Gus Dur, semakin dekat. Dia
juga menjadi bersahabat dengan Habibie, sang ketua Umum. Dia sering bertandang
ke rumah Habibie, bahkan dia sempat mendampingi Habibie dalam kunjungan ke
Paris dan beberapa Negara Timur Tengah, yang ketika itu masih sebagai
Menristek.
Kareana menyadari adanya tekanan
yang sangat kuat dari pak Harto pada Habibie, akhirnya Amien memutuskan untuk
mundur dari jabatan ketua dewan pakar ICMI. Dua bulan setelah pak Harto
lengser, tepatnya 18 juli 1998, dalam Rakornas ICMI, bertempat di Hotel Cempaka
Jakarta, Amien Rais dikukuhkan kembali menjadi ketua Dewan Pakar ICMI. Ahmad
Tirtosudiro selaku pejabat ketua ICMI menjelaskan bahwa meskipun Amien telah
mengajukan pengunduran diri dari jabatan ketua dewan pakar, tetapi ICMI tidak
pernah memprosesnya, sehingga jabatan tersebut tetap dibiarkan kosong. Saat
ini, Dewan Pakar ICMI menegaskan menolak pengunduran dirinya.
Pusat Pengkajian Strategi dan
Kebijakan (PPSK) adalah lembega pengkajian dan penelitian dibawah yayasan mulia
Bangsa Yogyakarta. Sejumlah tokoh penting bergabung dilembaga ini, diantaranya
Moeljoto Djojomartono, Soedjatmoko, Ahmad Baiquni, Kuntowijoyo, Bambang
Sudibyo, Umar Anggara Jenie, Ichlasul Amal, Yahya A. Muhaimin, Affan Gafar, A.
Syafii Maarif, dan Amien Rais yang dipercaya untuk memimpinnya.
Setelah Pak Soeharto lengser,
dengan pernyataan “berhenti” dari jabatan Presiden Republik Indonesia, pada 21
Mei 1998, Prof. Dr. B. J. Habibie dilantik
menjadi Presiden RI ketiga. Sebenarnya, hati kecil Amien Rais ingin kembali ke
Muhammadiyah, untuk menekuni kegiatan Dakwah, pendidikan, dan Sosial. Akan
tetapi, keinginannya harus berhadapan dengan tuntutan dan harapan yang
terlanjur dipukulkan ke pundaknya. Setelah berkonsultasi dengan teman-temannya
dan melakukan perenungan yang mendalam akhirnya dia memutuskan untuk
melanjutkan perjuangan politiknya melalui partai politik. Dia kemudian
mendirikan sebuah partai politik yang
plural, lintas etnik, dan lintas
agama. Partai Amanat Nasional (PAN) dideklarasikan pada 23 Agustus 1998,
di Istora Senayan. Pada Pamilu 1999 partai ini masuk lima besar. Setelah
bersaing ketat melalui voting, Amien akhirnya terpilih sebagai ketua MPR RI.
II
TAMBAHAN
Dalam
berbagai kesempatan, Amien Rais secara terus terang mengakui bahwa ibunyalah
yang sangat mempengaruhi karakternya yang lugas tanpa basa-basi. Sampai kini
Amien masih menempatkan ibunya sebagai konsultannya dan tempat pelipur lara.
Mana kala ia menghadapi situasi atau persoalan pelik, ia selalu pulang ke Solo
menemui sang ibu untuk meminta pendapatnya, atau sekadar untuk menghindari
kejaran wartawan yang pantang ia tolak. Setiap Idul Fitri ia beserta semua
saudaranya juga berkumpul di rumah sang ibu. Menurut Amien, hingga usia 80-an,
ketegasan dan kejernihan berpikir Ibunya masih tetap seperti dulu. Ibunda Amien
Rais wafat hari Jumat, 14 September 2001 di Solo, Jawa Tengah, dalam usia 89
tahun.
Prinsip hidup yang
jadi pegangannya diakuinya sangat sederhana, yaitu mencari ridha dan ampunan
Allah. Untuk mencapainya, orang harus berbicara dan berbuat apa adanya. “You
are what you are,” katanya suatu ketika. Ia membagi kebahagiaan menjadi tiga
jenis, yaitu kebahagiaan spiritual, kebahagiaan intelektual, dan kebahagiaan
psikologis. Kebahagiaan spiritual diperoleh dengan cara menjalani hidup sesuai
dengan rel agama. Kebahagiaan intelektual diperoleh dengan cara memberikan
konstribusi pemikiran kepada masyarakat. Sedangkan kebahagiaan psikologis didapatnya
bila ia bisa berbuat atau menolong orang lain.
Keberanian dan
ketegaran yang dimiliki Amien Rais ternyata tidak lepas dari peran sang istri.
Suatu saat, ketika diinterviu seorang wartawan Jepang, saya melihat dengan nada
bangga Amien Rais mengatakan, “Istri saya mungkin merupakan wanita terbaik
se-Asia Tenggara.” Komentar tersebut mungkin terasa berlebihan bagi kebanyakan
orang, tapi tidak bagi Amien Rais. Ia pernah menceritakan kepada saya bahwa
ketika studi di Chicago, karena beratnya beban kuliah yang dihadapi, hampir
saja ia putus asa. Untung ada sang istri yang terus-menerus memompa
semangatnya.
Begitu juga ketika
ia merasa lelah saat melawan Orde Baru, istrinya tidak pernah lelah untuk
membangunkan kembali spiritnya. Sampai-sampai ia pernah mengomentari istrinya
sebagai sumber inspirasi dan motivasinya. Bahkan menjelang tumbangnya Soeharto,
sempat tersebar isu bahwa Amien Rais akan ditangkap. Ia kemudian memberi tahu
sang istri tentang berita buruk yang akan menimpanya. Dengan nada tegar sang
istri menjawab, “Insya Allah ini akan mempercepat kejatuhan Rezim Soeharto.”
Partai Amanat Nasional
mendeklarasikan pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo sebagai calon
presiden dan wapres hari Minggu 9 Mei 2004 di halaman belakang Gedong Joeang
45, Jakarta. Dwitunggal yang disebut sebagai koalisi agamis-nasionalis dan
nasionalis-agamis itu bertekad membangun kedamaian dan menuntaskan reformasi.
Selain itu, dwitunggal ini juga
disebut sebagai pemimpin yang berani, jujur dan amanah. Pada acara deklarasi
ini, juga dibacakan garis besar platform Amien Rais Siswono yang bertajuk
‘Akselerasi Kemajuan Bangsa 2004-2009.
Kiprah Prof. Dr. M. Amien Rais
dalam pentas politik nasional cukup fenomenal. Kendati Partai Amanat Nasional
(PAN) yang dipimpinnya, hanya mendapat tujuh persen suara pada Pemilu 1999, ia
mampu menjadi king maker pentas politik nasional dan menjadi Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) bahkan nyaris pula jadi presiden pada SU-MPR 1999.
Kini, mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu menjadi salah satu kandidat kuat calon
presiden yang berpeluang memenangi Pemilu Presiden 2004.
Pada awal bergulirnya reformasi,
putera bangsa kelahiran Solo, 26 April 1944, ini didaulat berbagai kalangan
aktivis sebagai Bapak Reformasi. Ia menonjol dengan berbagai aktivitas dan
pernyataan-pernyataan yang cerdas dan keras ketika itu. Memang, sejak awal
bergulirnya reformasi yang digerakkan oleh para mahasiswa, Amien Rais sudah
menyatakan diri ingin mencalonkan diri sebagai presiden. Suatu pernyataan yang
tergolong amat berani sebelum lengsernya Pak Harto.
Pencalonan dirinya menjadi presiden
itu, bukanlah semata-mata didorong hasrat untuk berkuasa, melainkan lebih
didorong keprihatinannya atas penderitaan rakyat akibat kesalahan kepemim-pinan
nasional yang otoriter dan korup. Ia melihat, keterpurukan bangsa ini harus
diperbaiki mulai dari tampuk kekuasaan.
Obsesi inilah yang mendorong Guru
Besar Universitas Gajah Mada ini mendirikan PAN bersama-sama dengan para tokoh
reformis lainnya. Sebuah partai terbuka berasas Pancasila dan berbasis utama
Muhammadiyah. Namun suara yang diperoleh PAN pada Pemilu 1999 tidak cukup
signifikan untuk mengantarkannya ke kursi presiden untuk dapat mengendalikan
upaya pewujudan tujuan reformasi total.
PAN dinilai banyak kalangan sebagai
partai masa depan dan reformis yang memiliki ‘keunikan’ dibanding beberapa
partai lain. Partai ini adalah partai terbuka (kebangsaan) tetapi berkompeten
mengatasnamakan (menyuarakan) aspirasi Islam. Suatu partai yang dinilai sangat
ideal untuk Indonesia masa depan.
Kepiawian Berpolitik
Kepiawiannya berpolitik juga sudah
terbukti. Kendati partai yang dipimpinnya bukan pemenang Pemilu 1999, tapi
peranannya dalam pentas politik nasional sangat menonjol. Sehingga ia pantas
digelari sebagai King Maker Pentas Politik Nasional.
Kecerdasannya menggalang
partai-partai berbasis Islam membentuk Poros Tengah, suatu bukti kepiawiaannya
berpolitik. Pembentukan Poros Tengah ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya kericuhan dan perpecahan bangsa, sebagai akibat kerasnya persaingan
perebutan jabatan presiden antara BJ Habibie (Partai Golkar) dengan Megawati
Sukarnoputri (PDIP).
Dan, memang Poros Tengah secara
gemilang berhasil merubah konstalasi politik nasional secara signifikan. Amien
Rais tampak berperan sebagai play maker bahkan king maker dalam berbagai
manuver politik Poros Tengah yang berpengaruh luas dalam pentas politik
nasional. Ia jauh lebih berperan dari pimpinan partai politik (PDIP, Partai
Golkar, PPP dan PKB) yang meraih suara lebih besar dibanding PAN pada Pemilu
1999.
Salah satu manuver politik Amien
Rais (dengan mengangkat bendera Poros Tengah) yang dinilai banyak orang sangat
brilian adalah pernyataannya menjagokan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai
calon presiden. Manuver ini berhasil melemahkan kekuatan Megawati, sebagai
calon kuat presiden ketika itu, karena berhasil menarik PKB dari koalisinya
dengan PDIP. Tetapi juga sekaligus melemahkan kekuatan BJ Habibie, yang
sebenarnya tidak diinginkan beberapa elit politik partai berbasis Islam yang
tergabung dalam Poros Tengah, seperti PPP dan PBB.
Bahkan, justeru BJ Habibie yang
terlebih dahulu — secara tidak langsung — terkena dampak manuver politik Poros
Tengah. Laporan pertangungjawaban Habibie ditolak SU-MPR 1999, yang memaksanya
secara etika politik mengurungkan pencalonan presiden.
Mundurnya BJ Habibie membuka
peluang kepada Amien Rais, Akbar Tanjung, Hamzah Haz, dan Yusril Ihza Mahendra
ikut dalam bursa calon presiden. Dalam pertemuan di kediaman BJ Habibie, pada
malam setelah LPJ-nya ditolak MPR, nama keempat pemimpin partai ini dibahas
sebagai calon presiden pengganti BJ Habibie. Dan, terakhir Amien Rais yang
lebih diunggulkan.
Hampir saja Amien Rais resmi
menjadi calon presiden yang dijagokan Poros Tengah dan Golkar. Tetapi Amien
Rais tidak mau gegabah. Kendati peluangnya menjadi calon kuat presiden telah
terbuka, ia ingin melakukannya dengan lebih elegan.
Ia ingin berbicara lebih dulu
dengan Gus Dur. Ia butuh dukungan Gus Dur, sama seperti ia mengalah-kan Matori
Abdul Jalil untuk merebut jabatan Ketua MPR. Apalagi Amien Rais telah secara
terbuka menyatakan bahwa ia dan Poros Tengah akan mencalonkan Gus Dur menjadi
presiden. Sehingga betapa pun kuatnya dorongan agar ia men-jadi presiden, ia
tidak mau gegabah. Ia punya etika dan moral politik.
Maka ketika Gus Dur telah
mendahului secara resmi dicalonkan PKB untuk merebut kursi presiden, Amien Rais
tidak mau bersaing mencalonkan diri. Ia dan Poros Tengah mendukung pencalonan
Gus Dur. Sehingga jadilah Gus Dur, dengan kesehatan jasmani yang sudah terganggu,
terpilih menjabat presiden menga-lahkan Megawati Sukarnoputri pemimpin partai
pemenang Pemilu (35%).
Poros Tengah yang dimotori Amien
Rais berhasil merubah konstalasi politik nasional secara signifikan. Poros
Tengah berhasil meredam kemungkinan terjadinya kericuhan antara dua kekuatan
pendukung Megawati dengan BJ Habibie, yang berpotensi menimbulkan disintegrasi
bangsa. Poros Tengah berhasil mengantarkan KH Abdurrahman Wahid ke singgasana
presiden. Kendati Abdurrahman Wahid dalam banyak hal sering berbeda pendapat
dengan prinsip yang dianut para elit politik Poros Tengah.
Itu semua tidak terlepas dari
kepiawian Amien Rais. Dengan hanya mendapat tujuh persen suara pada pemilu
1999, Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpinnya mampu mewarnai peta politik
setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Tidak sedikit pujian yang kemudian
dialamatkan kepadanya.
Itulah Amien Rais. Ia piawai dalam
memanfaatkan situasi. Canggih dalam menciptakan peluang, bahkan mampu
memaksimalkan sumber daya yang ada, meskipun kecil, untuk meraih hasil yang
jauh lebih besar.
Hubungan Amien Rais dan Poros
Tengah dengan Gus Dur, pada awal pemerintahan Gus Dur, terkesan sangat baik.
Amien Rais bahkan merupakan satu dari empat orang yang dimintai tolong oleh Gus
Dur untuk menyusun kabinetnya, yang sering disebut sebagai kabinet yang paling
kompromistis dalam sejarah Indonesia.
Tetapi sayang, seiring berjalannya
waktu, hubungan antara Gus Dur dan Amien Rais merenggang. Kekuatan Poros Tengah
yang dulu mendukung Gus Dur, mulai merasa tak dihargai. Gus Dur cepat lupa
kepada mereka yang memungkinkannya jadi presiden. Gus Dur kembali dalam
habitatnya, dan sering kontroversial.
Keretakan makin mencuat terutama
setelah Gus Dur memecat Hamzah Haz dari jabatan Menko Kesra. Poros Tengah
merasa dilukai. Poros Tengah berbalik arah menggalang kekuatan dengan PDIP dan
Golkar yang juga sudah merasa dilecehkan Gus Dur. Akhirnya, pada Juli 2001 Gus
Dur pun diturunkan dari kursi presiden dan Megawati naik menggantikannya. Dalam
proses ini, Amien Rais juga memain-kan peranan yang cukup besar.
DAFTAR PUSTAKA
Najib, Muhammad. 2004. Guru Salimin. Jakarta . Hikmah (PT Mizan Publika)
RINCIAN BUKU
Judul Buku : ”GURU SALIMIN”
Pengarang : MUHAMMAD NAJIB
Editor : A. BAKIR IHSAN
Penerbit : HIKMAH ( PT MIZAN PUBLIKA )
Tahun Terbit : 2004
Kota Terbit : BANDUNG
Ketebalan : 195 Hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar