Kamis, 21 Mei 2015

KONTRIBUSI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN


KONTRIBUSI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN


Desi Rahmawati, Dirgantara Wicaksono
Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka Jakarta Timur 13220




Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kontribusi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Selama ini, komite sekolah mengalami disfungsi yang menyebabkan peranan dan kontribusi Komite Sekolah sebagai jembatan penyalur aspirasi masyarakat tidak berjalan dengan semestinya. Penyebab disfungsi tersebut antara lain: buruknya sosialisasi, minimnya pemahaman guru dan orang tua murid, komite sekolah dibentuk oleh kepala sekolah, komitmen pemerintah masih rendah terhadap eksistensi komite sekolah dan belum jelas kemana komite diarahkan. Maka dari itu, penting untuk melakukan revitaslisasi kontribusi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan melalui partisipasi komite sekolah dalam berbagai aktivitas,diantaranya: dalam kegiatan analisis bersama, yang diarahkan oleh suatu rencana kerja yang sudah ada, mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri, saling mempengaruhi dalam suasana untuk menginisiasi perubahan, menyusun rencana tindak lanjut, menjaring aspirasi masyarakat, dan mencari alternatif pendanaan di sekolah

Keywords: komite sekolah.

PENDAHULUAN

Semenjak dikeluarkannya keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah, dapat dikatakan hampir semua sekolah telah memiliki komite sekolah yang mewakili masyarakat untuk mengakomodasi aspirasi, harapan dan kebutuhan stakeholder sekolah. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan salah satu misi pendidikan adalah memberdayakan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Komite sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan Sekolah, maupun jalur pendidikan luar Sekolah. Komite Sekolah yang berkedudukan di setiap satuan pendidikan merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, komite sekolah turut berkontribusi dalam  memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua potensi itu dikembangkan secara maksimal sesuai kapabilitas masing-masing.
Namun demikian, setelah kurang lebih 12 tahun berjalan, komite sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran dan fungsi sebagai mitra sekolah. fenomena yang terjadi adalah komite hanya berperan sebagai “pajangan” atau “stempel” sekolah. Komite Sekolah juga hanya terlihat saat diadakannya acara-acara yang melibatkan anak muridnya tersebut dan terkesan hanya sebagai tamu undangan yang menghadiri sebuah acara yang diadakan oleh pihak satuan pendidikan. Selain itu  komite hanya difungsikan sebagai alat pengumpul dana untuk membiayai program fisik sekolah. Dalam rapat yang diadakan oleh satuan pendidikan, Komite Sekolah juga jarang dilibatkan dan melibatkan diri dalam rapat tersebut. Sehingga tidak terjadi komunikasi dan pertukaran pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan antara Kepala Sekolah dan Komite Sekolah di satuan pendidikan tersebut serta tidak dapat  mencari solusi terhadap masalah-masalah yang sedang dialami satuan pendidikan. Penyebab yang sering didengungkan atas masalah yang terjadi pada Komite Sekolah saat ini adalah adanya “Disfungsi Komite Sekolah”,  yang menyebabkan peranan dan kontribusi Komite Sekolah sebagai jembatan penyalur aspirasi masyarakat tidak berjalan dengan semestinya. Terjadinya disfungsi komite sekolah disebabkan beberapa faktor, antara lain : buruknya sosialisasi, minimnya pemahaman guru dan orang tua murid, komite sekolah dibentuk oleh kepala sekolah, dan belum jelas kemana komite diarahkan. Komitmen pemerintah yang masih rendah terhadap eksistensi komite sekolah merupakan salah satu penyebab disfungsi komite sekolah. Maka dari itu, penting untuk melakukan tinjauan ulang terkait kontribusi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Sagala (2009:251) Komite Sekolah merupakan organisasi masyarakat pendidikan yang mempunyai komitmen dan loyalitas perduli terhadap peningkatan kualitas di daerahnya. Kemudian Irawan (2004:42) menjelaskan bahwa Komite Sekolah merupakan institusi yang dimunculkan untuk menampung dan menyalurkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Sedangkan menurut Hasbullah (2007:90) Komite Sekolah yang berkedudukan di setiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan.
Selanjutnya dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (24) disebutkan bahwa:”Komite Sekolah/Madrasah adalah Lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, Komite Sekolah, serta Tokoh Masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan.” Sedangkan dalam Kepmendiknas No. 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dikatakan bahwa Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Dengan demikian Komite Sekolah merupakan organisasi masyarakat yang mempunyai loyalitas serta perduli terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Anggota Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur  yang ada dalam masyarakat. Dalam SK Mendiknas Nomor 044/U/2002 menjelaskan keanggotaan Komite Sekolah terdiri atas : Pertama, Unsur masyarkat yaitu orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga pendidikan, wakil alumni, wakil peserta didik. Kedua unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota Komite Sekolah (maksimal 3 orang). Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan jumlahnya gasal. Kemudian selain itu di dalam Mendiknas Nomor 044/U/2002 juga dijelaskan mengenai kepengurusan Komite Sekolah yaitu Pengurus Komite Sekolah sekurang-kurangnya terdiri atas; (1)Ketua (2)Sekretaris (3) Bendahara, yang dipilih dari dan oleh anggota, dan Ketua Komite Sekolah berasal dari kepala satuan pendidikan. Contoh struktur organisasi komite sekolah yang sudah dibentuk ditiap-tiap sekolah pada umumnya sebagaimana dideskripsikan pada gambar  struktur organisasi Komite Sekolah menurut Sagala sebagai berikut :

 





















Gambar 1. Struktur Organsasi Komite Sekolah
Sumber : Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 240.

Keterangan :

                                      Hubungan Instruktif
                                                Hubungan Koordinatif.


    Dengan mengacu pada keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, komite sekolah berperan sebagai:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3.  Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;
4. Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Adapun fungsi komite sekolah antara lain:
1. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
2.  melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3.  menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutulhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
4.  memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. kriteria tenaga kependidikan;
e. kriteria fasilitas pendidikan; dan
     f. hal hal lain yang terkait dengan pendidikan;
5. mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataaln pendidikan;
6.  menggalang dana masyarakat calam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan;
7.  melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Jadi, jelaslah bahwa peran komite sekolah memiliki peran internal, yakni peran dalam satuan pendidikan itu sendiri dan sekaligus peran eksternal yang ditujukan kepada masyarakat. Pembentukan komite sekolah di antaranya sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di tiap satuan pendidikan. Dengan demikian, segala kebijakan operasional sekolah sebenarnya melalui konsultasi dengan komite sekolah. Dengan adanya komite sekolah, maka tugas sekolah menjadi lebih mudah karena adanya partisipasi dari masyarakat yang memungkinkan terlaksananya pencapaian tujuan sekolah.
Agar peranan dan kontribusi Komite Sekolah dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal perlu adanya hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite Sekolah, adapun bentuk kontribusi orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan, antara lain :
a.       Masyarakat berpartisipasi dengan membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.
b.      Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya.
c.       Masyarakat berpartisipasi dengan menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak.  
d.      Masyarakat berpartisipasi dengan cara mendapat pemberitahuan apa yang akan terjadi dan yang sudah terjadi. Pengumuman diberikan oleh administratur proyek tanpa mendengar respon dari masyarakat. Informasi yang diumumkan adalah informasi yang berasal dari para profesional.
e.       Masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui survei dengan menggunakan kuesioner atau metode sejenis. Biasanya pertanyaannya berupa pertanyaan yang ekstraktif. Masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi hasilnya, karena hasil akhir tidak pernah disampaikan kembali kepada mereka dan atau dicek kebenarannya kepada masyarakat.
f.    Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan nasihatnya, sedangkan pihak luar mendengarkan pandangan masyarakat tersebut. Namun yang menentukan apa masalah dan bagaimana cara mengatasi masalah yang ada adalah para profesional dari luar, dengan sedikit penyesuaian berdasarkan pandangan masyarakat tersebut. Sebagai layaknya suatu proses konsultasi, dalam hal ini tidak terjadi sedikit pun pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan, dan para profesional tidak mempunyai kewajiban untuk memakai pandangan masyarakat sebagai faktor dalam pengambilan keputusannya
g.    Masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber dayanya seperti tenaga kerja, sebagai imbalannya mereka mendapatkan bahan makanan, uang, atau bantuan lain sebagai imbalannya. Kebanyakan kegiatan penelitian lapangan (on-farm research) saat ini tergolong pada kategori ini tingkat partisipasinya -petani menyediakan lahannya untuk demonstrasi tetapi mereka tidak dilibatkan dalam proses penelitian dan tidak ikut belajar sesuatu dari penelitian tersebut. Adalah sangat umum menyebut proses seperti di atas sebagai proses partisipatif, meskipun masyarakat tidak meendapat manfaat apapun ketika proyek selesai dan bantuan dihentikan.
h.   Masyarakat berpartisipasi melalui pembentukan kelompok yang diminta oleh pihak luar dalam rangka mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan (oleh orang luar) sebelumnya. Keterlibatan masyarakat tidak terjadi pada saat awal dari perencanaan proyek melainkan setelah kebijakan-kebijakan utama tentang proyek tersebut telah diambil. Kelompok yang dibentuk ini biasanya tergantung kepada pihak fasilitator atau pelaksana proyek, tetapi mungkin saja menjadi kelompok yang independen di kemudian hari.
i.     Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan analisis bersama, yang diarahkan oleh suatu rencana kerja yang sudah ada untuk membuat institusi baru atau memperkuat institusi yang sudah ada. Kegiatan ini biasanya melibatkan berbagai disiplin metodologi dan memperhatikan berbagai pandangan dan menggunakan suatu proses belajar yang sistematik dan terstruktur. Kelompok memegang kendali terhadap keputusan lokal, sehingga masyarakat mempunyai kekuasaan untuk memelihara struktur atau kegiatan
j.     Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri, di luar kehendak institusi, untuk mengubah sistem. Mereka mengembangkan hubungan dengan pihak luar untuk mendapatkan tambahan sumber daya atau nasihat teknis, tetapi mereka tetap memegang kontrol terhadap bagaimana sumber daya digunakan. Seperti kebanyakan swa-mobilisasi atau aksi bersama, mungkin atau mungkin tidak, mengubah pola distribusi kemakmuran dan kekuasaan.
k.   Masyarakat saling mempengaruhi dalam suasana untuk menginisiasi perubahan.
l.     Menyusun Rencana Tindak Lanjut
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan perumusan langkah-langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai bentuk komitmen setiap individu dalam konteks komite sekolah. RTL disusun sebagai wujud dari keterlibatan atau keperansertaan komite sekolah dalam melaksanakan perannya secara fungsional sehingga ketercapaian program sekolah lebih mudah diwujudkan. Dalam menyusun suatu rencana pencapaian tujuan, biasanya digunakan pendekatan SMART (Spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, sesuai dengan kebutuhan nyata dan ditentukan waktu capaiannya). Pendekatan ini sangat baik, karena membuat pelaku menjadi jelas terhadap apa yang harus dilakukannya. RTL juga akan menjadi stimulus bagi setiap anggota untuk bereaksi lebih dalam dalam mencari beragam solusi alternatif bagi upaya pencapaian setiap langkah atau program yang telah disusun.  Yang perlu digaris bawahi adalah, RTL bukan sekedar panduan administratif, tetapi lebih mengarah pada wujud keterlibatan pikiran dan emosional yang mengikat kuat (motiavatif) seluruh anggota untuk merealisakannya secara bersama-sama.
Beberapa contoh kasus program yang menjadi kesepakatan komite sekolah untuk ditindak lanjuti antara lain:
1.      Rapat wali murid untuk membahas upaya pemanfaatan lahan kosong di sekolah.
2.      Koordinasi dengan warung terdekat untuk dapat berjualan di sekolah.
3.      Kunjungan kepada orangtua peserta didik potensial.
4.      Pembahasan pelaksanaan hari raya idul Qurban dengan himbauan pengumpulan baju/buku bekas layak pakai, dll.
Program-program atau kegiatan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam format seperti pada contoh berikut, dan dilengkapi dengan penetapan waktu serta penanggungjawab kegiatan masing-masing kegiatan. Idealnya, RTL yang sudah disusun tidak hanya diadministrasika dalam bentuk buku atau file tertutup, tetapi perlu disosialisasikan secara terbuka, baik dalam bentuk pajangan di papan pajangan sekolah atau diinformasikan per-surat kepada seluruh orang tua peserta didik. Dengan demikian, RTL tersebut akan menjadi dokumen motivatif, tidak saja bagi penanggungjawab, melainkan seluruh anggota yang terlibat langsung maupun tidak langsung bagi pengembangan mutu layanan di sekolah.
m.    Menjaring Aspirasi Masyarakat
Komite Sekolah merupakan lembaga yang pembentukannya diletakkan di atas semangat public participation dengan tujuan mendorong keterlibatan langsung masyarakat dalam pengembangan kualitas pendidikan di Sekolah dalam pengambilan keputusan. Prinsip tersebut menuntut dipraktekkannya nilai-nilai transparan, akuntabel dan partisipatif dalam mekanisme maupun dalam menjalankan peran, fungsi dan tanggung jawabnya.
Secara normatif peran Komite Sekolah menurut Permendiknas No.044 Tahun 2002, antara lain 1) memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; 2) pendukung baik yang berwujud finansial, maupun pemikiran dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan; 3) mengontrol dalam rangka tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; dan 4) mediator antara pemerintah dan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk menjalankan peran-peran tersebut, komite Sekolah harus tahu apa yang menjadi kehendak dari masyarakat yang diwakilinya. Dalam rangka menjalankan peran, fungsi dan tanggungjawabnya Komite Sekolah perlu mengembangkan kemitraan dengan berbagai institusi formal (lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan, donor, LSM, dll.) dan informal (kelompok-kelompok di masyarakat).
Bentuk-bentuk kemitraan yang dikembangkan Komite Sekolah selain bermanfaat untuk kepentingan mobilisasi dana, juga berguna untuk menjaring aspirasi masyarakat atau kelompok masyarakat berkaitan dengan pendidikan di Sekolah. Penjaringan aspirasi yang dilakukan oleh komite Sekolah tersebut bertujuan untuk mengakomodasi sebanyak mungkin gagasan dan kepentingan berbagai kelompok di masyarakat terutama kelompok masyarakat yang selama ini terabaikan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pendidikan di Sekolah. Kelompok-kelompok yang diabaikan dalam pengambilan keputusan di sektor pendidikan tersebut biasanya mereka yang rentan secara ekonomi, minoritas (etnis, agama/keyakinan, afiliasi politik, dll.), korban praktik ketidakadilan jender dalam masyarakat, korban diskriminasi sosial-politik, peserta didik dan lain-lain.
n.      Mencari alternatif pendanaan di sekolah
Pendidikan adalah tanggungjawab semua pihak: pemerintah, masyarakat dan orang tua. Demikian juga tentang pendanaannya. Pemerintah telah berupaya memenuhi kewajibannya dengan mengalokasikan dana pendidikan, misalnya melalui BOS, APBD dan sebagainya.
Namun seringkali dana dari pemerintah belum mencukupi untuk menjalankan proses belajar mengajar yang diharapkan. Masyarakat dan orang tua murid bisa berperan dalam pendanaan sekolah/madrasah. Upaya-upaya penggalangan dana, selama itu digunakan secara transparan, akuntabel dan demokratis dengan mengacu pada peraturan perundangan, akan sangat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan. Upaya-upaya kreatif yang tidak membebani orang tua murid yang tidak mampu telah banyak contohnya. Misalnya dari: 1) orang tua peserta didik, berupa sumbangan suka rela; 2) masyarakat terdekat melalui kerjasama yang saling menguntungkan; 3. Pengusaha melalui program CSR; 4. Ikatan alumni; 5. Simpatisan dari kegiatan kreatif sekolah, misalnya melalui pameran; 6. Kantin sekolah; 7. Pemanfaatan lahan kosong sekolah; 8. Mengintegrasikan program sekolah dengan program desa; dan usaha-usaha kreatif lainnya.

KESIMPULAN
Agar komite sekolah dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan mutu sekolah, maka perlu dilakukan penyadaran kembali bahwa sejak awal, dibentuknya Komite Sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :
1.      Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di satuan pendidikan yang berguna untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2.      Meningkatkan tanggungjawab peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Sehingga masyarakat dapat mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
3.      Meciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan yang bermutu di satuan pendidikan.
Adapun kontribusi yang dapat diberikan oleh komite sekolah antara lain:
a.       Masyarakat berpartisipasi dengan membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.
b.      Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya.
c.       Masyarakat berpartisipasi dengan menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak.  
d.      Masyarakat berpartisipasi dengan cara mendapat pemberitahuan apa yang akan terjadi dan yang sudah terjadi.
e.       Masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui survei dengan menggunakan kuesioner atau metode sejenis.
f.       Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan nasihatnya, sedangkan pihak luar mendengarkan pandangan masyarakat tersebut.
g.      Masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber dayanya seperti tenaga kerja, sebagai imbalannya mereka mendapatkan bahan makanan, uang, atau bantuan lain sebagai imbalannya.
h.      Masyarakat berpartisipasi melalui pembentukan kelompok yang diminta oleh pihak luar dalam rangka mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan (oleh orang luar) sebelumnya.
i.        Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan analisis bersama, yang diarahkan oleh suatu rencana kerja yang sudah ada untuk membuat institusi baru atau memperkuat institusi yang sudah ada.
j.        Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif atas prakarsa sendiri
k.      Masyarakat saling mempengaruhi dalam suasana untuk menginisiasi perubahan.
l.        Menyusun Rencana Tindak Lanjut
m.    Menjaring Aspirasi Masyarakat
n.      Mencari alternatif pendanaan di sekolah


RUJUKAN

Bambang Marhiyanto, 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Media Centre.
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2012. Panduan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar Kemdikbud.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2007. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bahan Pendidikan dan Pelatihan bagi Kepala Sekolah Pendidikan Dasar. Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas.
Hasbullah, 2007. Otonomi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Irawan, Ade et al. 2004. Mendagangkan Sekolah. Jakarta : Indonesia Corruption Watch.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Robins, Stephen P. 2012. Management: Concept and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Siahaan, Amiruddin. et al. 2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta : Quatum Teaching,
Sujanto, Bedjo. 2009. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Sagung Seto.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar