Rabu, 20 April 2016

BIOGRAFI TOKOH MUHAMMAD HUSNI THAMRIN



RINGKASAN ISI BUKU

Muhammad Husni Thamrin dilahirkan oleh ibunya yang bernama Nurkhamah pada hari jumat tanggal 16 Februari 1894. Orang tua Muhammad Husni Thamrin dalah orang terpandang. Ayahnya seorang wedana (sebuah jabatan yang cukup tinggi di mata masyarakat pribumi pada waktu itu). Nama ayahnya adalah Tabri Thamrin yang menduduki jabatan wedana di sebuah kewedanaan di Batavia ketika itu.
Saat dan hari-hari pun berlalu dan Muhammad Husni Thamrin, yang juga dipanggil dengan nama Matseni bertumbuh semakin besar. Sebagaimana halnya anak-anak sebayanya, Muhammad Husni Thamrin pun mempunyai sifat bandel, nakal dan semacamnya. Yang menarik dalam hal pertemanannya itu adalah bahwa diantara sekian banyak temannya itu, pada umumnya berasal dari rakyat biasa , orang-orang kecil. Mereka bukan anak-anak yang berasal dari kelas masyarakat ambtenaar sebagaimana dirinya berasal.
Ketika akan memasuki masa bangku sekolah, di dalam dirinya terdapat juga rasa segan. Bahkan ketika suatu hari akan diantarkan untuk memasuki sekolah untuk pertama kalinya, Muhammad Husni Thamrin harus dicari. Pagi hari itu dia masih sempat pergi ke Sungai Ciliwung bersama dengan kawan-kawannya yang sebaya untuk mandi bersama. Rasanya segan untuk pergi ke sekolah. Akan tetapi dibalik itu, di dalam dirinya pu terdapat kesadaran bahwa hanya dengan bersekolah ia akan mendapatkan ilmu, dapat membaca, dapat menulis seperti ayahnya. Akhirnya pada hari itu ia diantar oleh ayahnya ke sebuah sekolah di Mangga Besar. Di sini ia menuntut ilmu bersama orang-orang Cina. Dua tahun berikutnya ia pindah ke Bijbelscholl (Sekolah Injil) di Pintu Besi.
Seorang anak betawi asli, yang ayah-ibunya tidak pernah lupa untuk melaksanakan ibadah shalat lima waktu, memasuki sekolah Nasrani. Selama menjalani pendidikannya di sekolah ini sifat kanak-kanakannya mulai berlangsung. Dia tetap berteman dengan teman lamanya yang tidak bisa menjalani pendidikan sebagaimana yang ia rasakan. Akhirnya ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tingkat ini. Ia kemudian melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, ke Koning Willem III. Akan tetapi pada tingkat ini dia tidak menyelesaikan pendidikannya. Berhenti sekolah sebelum tamat.
Ia berhenti dan terjun ke dalam masyarakatnya, yang kelak akan mengenalnya sebagai salah satu seorang pemimpin utamanya. Namun, keinginan ayahnya untuk melihatnya menjadi seorang ambtenaar, seorang yang mempunyai pangkat tinggi, adalah cita-citanya yang tetap dipegangnya. Sejalan dengan itu Wedana Tabri Thamrin berusaha dan berhasil memasukan Muhammad Husni Thamrin menjadi magang (calon pegawai) di Kantor Kepatihan Betawi. Kemudian pindah ke kantor Karesidenan Betawi. Akan tetapi di ke dua tempat tersebut, Muhammad Husni Thamrin merasa agak tidak betah. Ia tidak betah karena pekerjaan sebagi pegawai adalah pekerjaan yang tidak ia sukainya. Karena itu pada akhirnya ia memutuskan keluar sebagai pegawai pemerintah.
Dia kemudian pindah ke perusahaan perkapalan milik Belanda yaitu KPM. Dia menjabat sebagai “pemegang buku”. Dalam hitungan waktu masa kerja Muhammad Husni Thamrin di KPM dapat dikatakan cukup lama, kurang lebih 10 tahun, yaitu 1914-1924.
Dalam masa-masa itulah titik-titik perubahan hidup Muhammad Husni Thamrin untuk kemudian menjadi salah satu seorang pemimpin dalam pergerakan nasional mulai nampak. Salah satu faktor terpenting di dalam awal perubahan itu ialah perkenalannya dengan seseorang berkebangsaan Belanda, Van Der Zee ketika Muhammad Husni Thamrin bekerja di KPM. Ketika itu Van Der Zee adalah seorang tokoh politik yang ssosialistis dan merupakan anggota Gemeenteraad kota Betawi.
Pertemanan kedua orang berbeda kebangsaan ini nampaknya telah terjalin dialog yang pada gilirannya membuka jalan untuk saling menyampaikan ide-ide kemasyarakatan masing-masing. Ketika itu Muhammad Husni Thamrin memang sudah menunjukan minatnya terhadap usaha-usaha perbaikan kehidupan masyarakat Betawi. Di lain pihak Van Der Zee yang waktu itu merupakan anggota Gemeenteraad, dapat memanfaatkan buah-buah pikiran Muhammad Husni Thamrin, karena memang cukup menggugah hati nurani Van Der Zee, maka tidak sedikit buah pemikiran Muhammad Husni Thamrin yang telah dicerna oleh Van Der Zee untuk kemudian dilontakan ke depan para anggota Gemeenteraad untuk menjadi bahan pembahasan.
Ketika terbuka kesempatan untuk pengangkatan anggota Gemeenteraad waktu itu, yang diketuai oleh Van Der Zee, maka kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh Muhammad Husni Thamrin dan dia  mendapat dukungan sepenuhnya dari Van Der Zee. pada tahun 1919 Muhammad Husni Thamrin mengawali langkahnya sebagai seorang pengabdi masyarakat, secara resmi, ketika dia diangkat sebagai anggota Gemeenteraad untuk pertama kalinya. Dari sinilah ia berhasil mengambangkan dirinya untuk menjadi salah satu pemimpin “terkemuka” di dalam usaha bangsanya mendapatkan kembali kemerdekaannya, yang selama ini telah dirampas oleh penjajah Belanda.
Pada masa pergerakan nasional telah muncul organisasi-organisasi sosial politik yang membawa nama asal tempat kelahiran mereka masing-masing. Ketika itu ada yang menggunakan nama Pasundan, Sumatra, Ambon, Minahasa, Selebes dan lain-lain, juga ada yang menggunakan nama Betawi yaitu kaum Betawi. Pada awal pembentukan mereka pada umumnya, organisasi kedaerahan ini hanyalah bertujuan untuk bergerak di bidang usaha-usaha perbaikan dan kegiatan-kegiatan di bidang sosial dan kebudayaan. Misalnya mereka berusaha untuk memperbaiki bidang-bidang pendidikann, kesehatan dan bidang-bidang sisoal mereka. Akan tetapi perkembangan situasi dalam periode itu mendorong mereka untuk mengubah tujuan yang semula dan karena itu pada umumnya justru berkembang sebagai organisasi politik. Tidak sedikit dari tokoh-tokoh mereka akan muncul sebagai tokoh-tokoh terkemuka dalam pergerakan nasional kita; sebutlah nama itu seperti Ratulangi dan Muhammad Husni Thamrin.
Sejak pengangkatan Muhammad Husni Thamrin sebagai anggota Gemeenteraad, ia makin giat untuk memperjuangkan ide-idenya untuk memperbaiki keadaan masyarakat kaum Betawi. Posisinya pun makin lama makin kuat dan baik. Dia akhirnya secara berangsur makin dipercayai untuk menduduki jabatan-jabatan kemasyarakatan yag penting. Di dalam Gemeenteraad dia pun makin terkemuka. Di dalam lembaga ini dia pun giat untuk menciptakan kekuatan-kekuatan nasionalis di dalam satu wadah, dan karena itu akhirnya dia berhasil membentuk satu fraksi khusus, yaitu fraksi nasional.
Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang menyangkut pengisian lowongan jabatan wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial ketika itu memang sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu diberikan kepada orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan tersebut. Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan pemogokan: ternyata usaha mereka berhasil dan pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota Batavia.
Dua tahun sebelum kejadian tersebut, Muhammad Husni Thamrin memang telah melangkahkan kakinya ke medan “perjuangan” yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi martabatnya. Pada tahun 1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada HOS Cokroaminoto tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga ditolak. Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang lowong. Ia pun menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Thamrin: alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thamrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.
Sebagai pemimpin yang tadinya bersifat lokal, maka dengan pengangkatannya sebagai anggota Volksraad tentulah horizon penglihatannya harus lebih luas, lebih menjangkau ke depan. Karena sebagai anggota Volksraad, tentulah dia menghadapi permasalahan yang lebih beraneka ragam, sejalan dengan sifat dan kedudukan Volksraad itu sendiri.
Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan  di Hindia Belanda mengalami perubahan yang sangat penting, yakni adanya sikap pemenrintah kolonial yang keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling “buruk” yang lahir dari terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927. Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI, dan munculnya Bung Karno sebagai pimpinan utamanya.
Demikianlah, pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan tindakan “sangat kasar” terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus menghadapi perlakuan kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda (PID). Ia memprotesnya tapi dihiraukan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan tidak seorang pun yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi, juga termasuk anak perempuannya (Deece) yang masih anak-anak tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun untuk pergi ke sekolah.
Tindakan tersebut tentunyalah yang mengakibatkan penyakit Muhammad Husni Thamrin semakin parah
Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia waktu itu, dalam arti kata bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpin yang cerdas dan berwibawa.
Karena itu dapat dimengerti jika berita wafatnya Muhammad Husni Thamrin sangat mengagetkan para pemimpin pergerakan, baik yang sealiran degrannya maupun yang tidak. Hal ini terbukti dari ucapan belasungkawa yang diterima oleh istri dan keluarganya.\
Akan tetapi walaupun ia telah tiada, jasa-jasanya tetap akan dikenang oleh bangsa Indonesia, sekarang dan yang akan datang.














TAMBAHAN MATERI 

POLITIKUS YANG SANTUN


Mohammad Husni Thamrin dilahirkan di Sawah Besar, Betawi, 16 Februari 1894. Ia berasal dari keluarga berada. Kakeknya, Ort, orang Inggris, pemilik hotel di bilangan Petojo, yang menikah dengan perempuan Betawi, Noeraini. Ayahnya, Thamrin Mohamad Thabrie, pernah menjadi Wedana Batavia tahun 1908, jabatan tertinggi nomor dua yang terbuka bagi warga pribumi setelah bupati. Ia masuk sekolah Belanda, fasih berbahasa ini, mampu berdebat dengan baik. Memulai karier sebagai pegawai magang di Residen Batavia dan pegawai klerk di perusahaan pelayaran KPM, MH Thamrin duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941) lalu di Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941).
Pengarang Pramudya Ananta Toer memiliki berbagai dokumen tentang MH Thamrin karena istrinya adalah keponakan dari tokoh Betawi itu.
Dua modus perjuangan
Perjuangan melawan Belanda dilakukan kaum pergerakan dengan dua modus, yaitu bersedia bekerja sama dengan pihak kolonial atau tidak. Bila dwitunggal Soekarno-Hatta disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dilihat sejarawan Bob Hering sebagai paduan modus perjuangan secara kooperatif dengan nonkooperatif.
Selama ini kata "kooperatif" memiliki konotasi kurang positif. Orang lebih menghargai tokoh yang berjuang secara non-koo. Namun, kedua jalur itu saling melengkapi perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Bahkan dari tahun 1933 sampai 1942 saat pergerakan Soekarno-Hatta-Sjahrir terkesan mandek, justru Thamrin tetap bergerak dengan bersemangat di Volksraad.
Thamrin sering disebut satu napas dengan Bung Karno. Ia hadir saat Soekarno diadili, kala dijebloskan ke penjara, saat Bung Karno dibuang ke Ende. Belanda menghukum Thamrin dengan tahanan rumah justru setelah Soekarno berkunjung ke rumahnya. Dengan demikian, Thamrin menjadi tali penghubung (trait d’union) kelompok pergerakan yang kooperatif dan nonkooperatif, juga antara kelompok pergerakan dengan Volksraad.
Bila Bung Karno berpidato soal makro, seperti falsafah dan ideologi negara, Thamrin menukik kepada persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir. Ia memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang diprioritaskan pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia mempersoalkan harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua komoditas yang dihasilkan rakyat. Ia berbicara tentang pajak dan sewa tanah.
Bersama anggota lain di Volksraad, Thamrin mempertanyakan anggaran pertanian yang hanya 57 juta gulden, sedangkan angkatan darat, laut, dan polisi 174 juta gulden.
Ia sering kalah dalam pemungutan suara, tetapi tetap mengajukan mosi bila ada aturan Pemerintah Hindia Belanda yang merugikan perjuangan kaum pergerakan. Thamrin memang kooperatif, tapi tidak berdasar loyalitas Belanda. Ia tahu persis bagaimana beroposisi secara santun. Kaum Betawi yang didirikan tidak begitu berkembang. Walau tanpa organisasi politik, ia mampu meniti karier politik di Dewan Rakyat.
Thamrin bukanlah kooperatif tanpa reserve. Ia memiliki prinsip, sebagai tercermin dalam pernyataannya "Nasionalis kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu tujuan bersama yang sama-sama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum kooperator merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi yang pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan." (Handelingen Volkraad, 1931-1932)
Menurut surat kabar Bintang Timur (15/07/1933), Thamrin adalah kampiun kaum nasionalis di Volksraad yang tak diragukan, yang berani mengingatkan pemerintah dalam banyak isu penting. Koran Adil 17 Juli 1933 mengungkapkan, Thamrin selalu menyampaikan pidato dengan argumen yang tepat, yang membuat darah tukang lobi anti-Indonesia Merdeka, seperti Fruin dan Zentgraaff jadi mendidih.
Thamrin menggunakan kesempatan secara brilian untuk menarik perhatian sungguh-sungguh terhadap apa yang "sebenarnya hidup dalam kalbu pergerakan seluruhnya". Thamrin berbicara tentang kebenaran dan melakukan pekerjaan sepenuh hati dalam situasi begitu sulit bagi pergerakan. Dalam berdebat yang penting argumen kuat, Thamrin sendiri tidak pernah menggunakan kata-kata tajam dan keras.
Ada sebuah pernyataan MH Thamrin yang disampaikan 70 tahun silam, namun masih terasa kebenarannya sampai sekarang meski pemerintah telah gonta-ganti: "Satu hal yang dapat dipastikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit dicari. Kepercayaan terhadap keputusan pengadilan termasuk salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, maka pemerintah akan kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum." (Handelingen Volksraad, 1930-1931).
Tak kibarkan bendera Belanda
Meski pada mulanya dipandang sebagai tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru Thamrin dianggap berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak mengibarkan bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu Wilhelmina, 31 Agustus 1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga mempelesetkan JINTAN, obat kumur murah buatan Jepang, menjadi "Jenderal Japan Ini Nanti Toeloeng Anak Negeri". Selain itu, tokoh Jepang Kobajashi dipanjangkan menjadi "Koloni Orang Belanda akan Japan Ambil Seantero Indonesia". Ia dikenai tahanan rumah karena dianggap tidak setia kepada Belanda dan main mata dengan pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32, Thamrin muntah-muntah dan demam mungkin karena gangguan ginjal, kecapaian dan malaria. Istrinya meminta polisi agar mengizinkan kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter datang, tetapi sudah terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan Thamrin sangat tinggi dan ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi suntikan untuk menurunkan panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong lagi, esok subuh ia meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di Sawah Besar sampai ke kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang mengantarkan jenazah tokoh Betawi itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai pahlawan nasional.
Kini yang lahir di tengah masyarakat Betawi adalah kelompok massa seperti FBR (Forum Betawi Rempug) yang kemarin ikut mendukung Akbar Tandjung dan pernah menghajar kelompok masyarakat miskin kota di halaman kantor Komnas HAM. Kapan muncul lagi politikus santun seperti MH Thamrin?
Muhammad Husni Thamrin lahir pada 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan. Setelah menamatkan pelajarannya di Koning Williem II, sejenis SMA ia kemudian bekerja di kantor kepatihan.
Karena prestasinya baik, maka ia dipindahkan ke Kantor Karesidenan dan terakhir ke perusahan pelayaran Koninglijke Paketvaart (KPM) Pada tahun 1927 ia diangkat sebagai anggota Volksraad. Ia membentuk Fraksi Nasionalis untuk memperkuat golongan nasional dalam dewan tersebut.
Setelah Dr. Sutomo meninggal dunia pada tahun 1938, maka Thamrin menggantikannya sebagai wakil Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra). Perjuangannya di Volksraad tetap dilanjutkan dengan sebuah mosi, agar istilah Nederlands Indie, Nederlands Indische dan Inlander diganti dengan istilah Indonesia, Indonesische dan Indonesiea.
Sejak tanggal 6 januari 1941 Husni thamrin dikenakan tahanan rumah, karena dituduh bekerja sama dengan Jepang. Walaupun dalam keadaan sakit, Thamrin tidak boleh dikunjungi teman-temannya. Akhirnya ia meninggal dunia pada 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta.







ANALISIS TOKOH
Muhammad Husni Thamrin adalah salah satu tokoh populer di kalangan Betawi dan ia adalah pahlawan nasional yang berasal dari Jakarta
Jika diperhatikan Muhammad Husni Thamrin merupakan seorang pemimpin koperator yang cukup unik karena pada sepanjang karier politiknya ia bersedia bekerja di dalam lembaga-lembaga pemerintah penjajah Belanda dan menggunakaan kedudukan tersebut  sebagai alat perjuangannya. Sikap dan perilaku politiknya melahirkan rasa segan baik dari kawan-kawannya maupun dari lawan-lawannya. Dan juga baik dari pemerintah Belanda maupin dari kaum pergerakan yang non-koperator. Muhammad Husni Thamrin menanamkan sikap saling menghargai di kalangan kaum pergerakan, antara golongan koperator dan non-koperator.
Sebagai seorang pemimpin ia memiliki berbagai ide, gagasan yang telah menjadi landasan gerak langkahnya. Ide dan pendapat/gagasannya telah diutarakan baik secara lisan maupun dengan berbagai tulisannya diberbagai media massa.
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia politik ia sering dihadapkan pada intrik politik saat membela kepentingan masyarakat hingga berakibat pada kematiannya. Beliau meninggal pada tanggal 11 Januari  1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet Jakarta.
Untuk mengenal kepahlawanan beliau kemudian Presiden Soekano mengangkatnya sebagai pahlawan nasional, lalu namanya diabadikan sebagai nama salah satu jalan si Jakarta dan juga proyek perbaikan kampung di Jakarta.
  DAFTAR PUSTAKA

Gonggong, Anhar. 1985. Muhammad Husni Thamrin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional

http://www.pendongeng.com/biografi-pahlawan-indonesia/472-pahlawan-nasional-mohammad-husni-thamrin-1894-1941.html


RINCIAN BUKU

Judul               :           Muhammad Husni Thamrin
Penulis             :           Anhar Gonggong
Penerbit           :           Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Inventarisasi [dan] Dokumentasi Sejarah Nasional,
Tahun terbit     :           1985
Tempat terbit   :           Jakarta
Ketebalan        :           166 halaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar