Rabu, 20 April 2016

BIOGRAFI DR. KRT. RAJIMAN WEDYODININGRAT



Rajiman lahir pada Kamis Pahing tanggal 21 April 1879 di Lempuyangan Yogyakarta. Hari Kamis Pahing, menurut pandangan orang Timur ( Jawa khususnya ) memiliki watak “tentrem anteng, tan amikir, maju gawe temen, dadi priyayi cedak marang wong agung, sedengan samubarang gawene” Artinya kurang lebih, berkepribadian tenteram, tenang, tidak banyak yang dipikirkan, rajin bekerja, sebagai pegawai dekat para pembesar, serba bisa dalam semua pekerjaan. Inilah watak yang telah dibawanya sejak lahir.
Kota Yogyakarta, tepatnya di Lempuyangan, adalah kota yang ikut menempa pribadiannya. Keadaan kota ini memang memungkinkan lahirnya putra-putra bangsa yang baik. Kota budaya yang tenang, penuh kedamaian, berhawa sedang, melahirkan insan-insan berjiwa luhur-berkepribadian.
Sebagai seorang anak yang dilahirkan di lingkungan biasa, bukan keluarga bangsawan, sudah tentu mempunyai perasaan lain pula, terutama terhadap tingkah laku para pejabat kolonial pada waktu itu. Perasan nasional senantiasa tetap membara di hatinya, sebagai pelita hati yang tak kunjung padam. Kecintaan pada bangsanya tidak dapat di tawar lagi. Hidup penuh dengan kesederhanaan merupakan perwujudan penolakan terhadap kemewahan yang setiap hari dipertontonkan oleh para pejabat kolonial.
Rajiman dilahirkan di kalangan keluarga yang tidak cukup kaya, bahkan lahir dari keluarga masyarakat biasa, walaupun demikian Rajiman bukan seorang yang mudah putus asa, menyerah kepada keadaannya, kemudian melahirkan semangat yang membara dan terus berapi-api pada dirinya sepanjang hayatnya. Ki Sutodrono adalah ayahnya, dan ibunya adalah seorang keturunan dari Gorontalo ( Manado, Sulawesi Utara ). Ki Sutodrono sendiri adalah keturunan ke tujuh dari Kraeng Naba, saudara Kraeng Galesong anak buah Trunojoyo yang melawan Mataram. Jadi Ki Sutodrono bukan darah keturunan bangsawan Yogyakarta Hadiningrat, bahkan ia dilahirkan di daerah perantauan, bilamana melihat asal usul ayah dan neneknya. Namun demikian, bagi Rajiman tidak pernah merasa asing di negerinya sendiri. Ia telah menyatu dengan daerah di mana ia dilahirkan. Yogyakarta adalah kota kelahirannya, Indonesia adalah negerinya.
Ki Sutodrono, membina keluarganya dengan berpijak kepada kenyataan hidupnya sehari-hari. Pendidikan yang agak keras dalam pengertian penuh disiplin merupakan suatu hal yang diutamakan. Hidup disiplin adalah suatu nilai yang terus menerus dipompakan kepada putranya. Di samping itu, hidup bersahaja adalah kebiasaan yang terus menerus dijalankan. Bersahaja dalam segala hal, baik dalam sopan santun, berpakaian maupun di dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Ki Sutodrono dalam kehidupannya banyak menghadapi tantangan, hambatan dan permasalahan. Oleh karena itu, jawabannya tidak ada lain kecuali harus bekerja keras. Maka suka bekerja keras terus menerus di tanamkan kepada semua anggota keluarganya, termasuk anak-anaknya. Sebagai bekas anggota KNIL, Ki Sutodrono berpendirian, bahwa seorang tidak boleh putus asa maupun mudah menyerah bilamana  menghadapi segala permasalahan. Dengan jiwa kesatria seorang harus berani menghadapi persoalan hidup, sebab seorang yang melarikan diri dari kenyataan hidup berarti tidak kesatria. Begitulah cara dan nilai yang terus ditanamkan kepada anak-anaknya. Anak adalah penerus orang tua dan sekaligus pewaris keluarga, maka Ki Sutodrono menganggap bahwa pendidikan anak harus ditangani secara sungguh-sungguh. Walaupun cita-cita ini tidak selalu mudah untuk dilaksanakan.
Pendidikan yang dilaksanakan kedua orang tuanya inilah tampaknya yang kemudian mewarnai segala peri hidupnya sehari-hari, disamping pengaruh lingkungan kota dan masyarakat Yogyakarta juga ikut menentukan. Rajiman sejak kecil dididik untuk memiliki jiwa disiplin, bersahaja, suka bekerja keras, tabah, dan kesatria. Hal ini dapat dimaklumi karena keluarga Ki Sutodrono adalah keluarga bekas serdadu KNIL. Karena Ki Sutodrono adalah bekas KNIL inilah tampaknya, kemudian Rajiman diijinkan oleh pemerintah untuk mengikuti pendidikan di Tweede Europese Lagere School yaitu suatu Sekolah Rendah Belanda di Yogyakarta. Dengan diterimanya Rajiman di sekolah ini berarti banyak tuntutan dan persoalan yang dihadapinya. Sebab jika dibandingkan dengan kawan-kawannya, sebagian besar adalah putra para pejabat yang sudah tentu serba kecukupan. Maka Rajiman harus berani menghadapi suatu kenyataan. Ia tidak mungkin dapat seratus persen mencukupi segala kebutuhannya, maka ia harus berani tetap hidup sederhana, tetapi dalam hal prestasi belajar tidak boleh kalah dengan teman-temannya. Rajiman harus berani hidup menderita di tengah-tengah kemewahan teman-temannya. Rajiman tetap tertawa walaupun hatinya menangis.
Suatu ketika Rajiman terhibur bilamana mengingat bahwa tidak semua anak dapat bersekolah di  Tweede Europese Lagere School ( ELS ). Hal ini ia anggap sebagai anugerah, bahkan ia yakini sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini mendorong Rajiman untuk lebih bersemangat belajar. Oleh teman-temannya, Rajiman di kenal sebagai seorang anak yang rajin dan tekun. Begitulah suka duka seorang anak, bahkan keluarga bangsawan, dapat bersekolah di suatu sekolah elite. Tetesan air mata sering mebasahi pipinya manakala ia menghadapi tuntutan yang terlalu tinggi di luar kemampuan orang tuanya. Berkat ketekunannya, akhirnya ia dapat menamatkan sekolahnya pada tahun 1893. Jadi, Rajiman dapat menamatkan sekolahnya di ELS pada usia 14 tahun. Sudah tentu, peristiwa tersebut amat menggembirakan kedua orang tuanya. Penderitaan yang begitu panjang akhirnya ditebus dengan kegembiraan.
Pada tanggal 22 Desember 1898 Rajiman berhasil lulus dari sekolah Dokter jawa. Jadi bertepatan ia menginjak usia 20 tahun. Sekarang Rajiman telah berhasil menyandang gelar sebagai dokter Jawa.
Penjajahan asing di bumi tercinta telah melahirkan segala persoalan dari sekian ribu persoalan adalah penderitaan, kemiskinan dan kebodohan. Bangsa indonesia tidak pernah lagi menikmati hidup sehat dan hal ini tidak berbeda keadannya baik di desa maupun di kota. Kehidupan yang sehat merupakan idaman dari setiap manusia, namun demikian hal tersebut menjadi lamunan belaka bagi bangsa Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu, kehadiran Rajiman  di tengah-tengah bangsanya sebagai seorang dokter merupakan jawaban yang amat tepat.
Dokter Rajiman telah memulai jenjang karirnya sebagai seorang dokter sejak berumur dua puluh tahun (1899). Dan profesi ini kemudian beliau cintai selama tiga puluh tahun (1899-1934).
Dokter Rajiman akhirnya berhasil menyandang gelar sebagai dokter spesialis. Yang dihormati keahliannya baik di dalam maupun di luar negeri. Kemampuan inilah yang pertama-tama dapat ditunjukan ke dunia lain, bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa kecil. Rajiman memang tidak banyak bicara, tetapi lebih banyak berbuat bekerja dan berpikir  untuk bangsanya.
Dokter KRT Rajiman Wedyodiningrat disamping sebagai seorang dokter terkemuka juga sebagai pejuang. Oleh karena tepatlah bilamana tersebut sebagai pemikir-pejuang. Di celah-celah kesibukannya sebagai seorang dokter, Rajiman dengan penuh kesadaran berbakti pula untuk nusa bangsanya melalui dunia pergerakan. Bersama-sama dengan kawan-kawannya, dokter Rajiman terjun dalam dunia pergerakan dia pernah mendapat tiga kehormatan dalam dunia ini. Pertama, pernah dipercaya untuk memegang ketua Budi Utomo (1914-1915) dan berdinya organisasi perjuangan tersebut dipercaya sebagai sesepuhnya di samping sebagai anggota Volksraad mewakili Budi Utomo. Oleh karena itu, telah banyak yang disumbangkan untuk perjuangan, dan dia telah ikut mewarnai Budi Utomo sebagai organisasi perjuangan yang berkepribadian Indonesia.
Rajiman berpendirian bahwa, bagaimanapun perjuangan dilakukan dan kemerdekakan diperoleh, Negara dan bangsa Indonesia itu haruslah tetap berdiri tegak di atas kepribadiaanya sendiri. Pendirian ini lahir dari keyakinan hidupnya setelah bertahun-tahun menggumuli dunia filsafat dan kebudayaan. Rajiman di kalangan cerdik-pandai dikenal juga sebagai seorang ahli filsafat dan kebudayaan. Kehadiran Rajiman sebagai ahli filsafat dan kebudayaan merupakan jawaban yang amat tepat terhadap tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam masa penjajahan, sebab penjajahan dengan penetrasi kebudayaan telah merusak bahkan memusnahkan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia.
Berkat pendiriannya yang tegas itulah kemudian dokter Rajiman diberi kepercayaan untuk memegang suatu jabatan yang terhormat sekali di depan nusa dan bangsanya, ialah sebagai Ketua Badan Persiapan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada saat menjelang kelahiran Negara Republik Indonesia. Tujuh puluh tiga tahun Rajiman telah mengabdi kepada nusa dan bangsa yang dia cintai. Seluruh tenaga, pikiran dan waktunya ditumpahkan untuk ibu pertiwi. Oleh karenanya nama Rajiman Wedyodiningrat telah melekat erat dalam kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia dan bahkan tak seorangpun dapat menghapuskan coretan tinta emas dalam bangunan gedung Republik ini. Mengapa demikian ? Rajiman Wedyodiningrat adalah salah satu pejuang kemerdekaan dan peletak dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, setiap kita mendengar nama Republik Indonesia  selalu terkilas dalam benak kita nama Rajiman Wedyodiningrat.
Rajiman, nama yang telah dikenal setiap insan Indonesia yang dengan cermat mengikuti setiap langkah perjuangan Bangsa Indonesia. Ia terkenal sebagai salah seorang tokoh pergerakan yang bersama-sama kawannya telah berhasil mengantarkan rakyatnya ke dunia percaturan politik internasional. Bangsa Indonesia bangkit pada permulaan abad XX bersama-sama tokoh seperti dokter Wahidin Soedirohusodo, dokter Soetomo, RTA Tirto Koesoemo. Budi Utomo adalah organisasi pergerakan yang ia cintai, ia pelihara, ia bina dan kemudian Rajiman termasuk tokoh tua dari organisasi tersebut. Sebagai seorang penasehat dalam organisasi, Rajiman di tuntut memiliki pandangan jauh ke depan, keluhuran budi, suri tauladan dan jiwa kepemimpinan yang terpuji. Rajiman adalah pendamai dan penenteram sewaktu organisasi itu dilanda kegoncangan. Rajiman adalah penunjuk jalan dan pengarah sewaktu organisasi itu mengalami kegelapan.
Rajiman tokoh pemikir yang tangguh, penuh kesabaran, tawakal dan berkepribadian. Sebagai seorang pemikir, Rajiman telah banyak menyumbangkan gagasan-gagasannya, karya tulisannya yang amat bermanfaat bagi kemajuan perjuangan bangsanya, kemajuan kemanusiaan, kemajuan kemasyarakatan, kemajuan budaya bangsa dan berhasil menjunjung harkat martabat bangsanya baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai tokoh teosifi, Rajiman tidak jemu-jemunya memikirkan nasib manusia dan kemanusiaan, serta tidak jemu-jemunya memikirkan tentang kebenaran, kemuliaan dan keluhuran. Pemikiran-pemikiran itu kait mengkait satu sama lain bagaikan gumpalan mutiara yang gemerlapan memancarkan sinarnya.
Kacintaannya akan kemanusiaan, tertempa sejak kecil dan kemudian tumbuh subur sejak ia mendapat kesempatan untuk menghirup pendidikan di sekolah dokter Jawa di Batavia ( Jakarta ). Pembawaan yang mengalir sejak kecil kemudian merekah bagaikan bunga yang sedang mekar, ketika ia lulus dari sekolah ini. Kecintaan menolong kepada sesama kemudian berkembang dengan suburnya. Jiwa pengabdian kepada masyarkat hidup subur bagaikan tumbuhan yang senantiasa mendapat pupuk dan siraman air setiap harinya. Profesi sebagai seorang dokter merupakan tempat yang amat nyaman baginya, oleh karenanya ia tekuni, ia miliki sepenuh hati dan ia dambakan sampai akhir hayatnya. Banyak desa, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pernah ia kunjungi. Di sana, tidak ada kegiatan yang amat ia senangi kecuali menolong sesamanya. Begitu dekat hatinya dengan rakyat pedesaan, seolah tidak dapat dibedakan lagi antara Rajiman dengan jiwa rakyat. Rajiman telah menyatu padu dengannya. Maka dari itu sampai akhir hayatnya, ia tetap berada di tengah-tengah rakyat desa. Walaupun Rajiman sering berkunjung ke luar negeri, bahkan pernah studi di luar negeri, dan tidak jarang bergaul dengan orang Barat, tetapi nilai-nilai budaya Barat tidak mampu menggoncangkan apalagi merusak kepribadiannya.
Rajiman adalah pemimpin yang berpandangan jauh ke depan, pemimpin yang mengayomi semua pihak dan semua kepentingan, pemimpin yang mencerminkan budi luhur. Oleh karena itu, kepemimpinannya diterima oleh semua pihak.
Sebagai seorang negarawan, Rajiman sampai akhir hayatnya terus menerus mengabdikan dirinya pada kepentingan Negara dan Bangsa. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, Rajiman mengabdikan dirinya baik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung maupun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Seluruh waktu dan tenaga maupun pikirannya dicurahkan untuk kepentingan Negara dan Bangsa.













TAMBAHAN MATERI ( REFERENSI )

Radjiman Wedyodiningrat
Dokter dan tokoh pergerakan Indonesia yang berperan penting pada masa awal kelahiran Republik Indonesia. Pada akhir Mei 1945, dengan terbentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atas inisiatif Jepang, ia menjadi ketuanya. Lahir di Yogyakarta tanggal 21 April 1876, putera Ki Sutodrono, ibunya seorang keturunan Gorontalo. Setamat ELS tahun 1893 ia melanjutkan pendidikan dalam bidang kedokteran sampai mencapai gelar "dokter Jawa" (1898). Setelah itu, ia mengabdi sebagai dokter di Banyumas Purworejo, dan Semarang. Belum puas dengan gelar dokter Jawa, ia melanjutkan ke STOVIA di Jakarta sampai meraih gelar Indisch Art (dokter pribumi) tahun 1904. Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi, Amsterdam, sampai meraih gelar Arts (dokter) tahun 1910. Dengan keberhasilan ini, ia mencapai kedudukan yang sejajar dengan para dokter bangsa Belanda.
Ia termasuk salah seorang tokoh pergerakan yang utama dan anggota Boedi Oetome sejak berdirinya organisasi itu (1908) dan tetap menjadi anggotanya setelah berubah menjadi Partai Indonesia Raya (akhir 1935). Pada tahun 1918 ia menjadi salah seorang anggota pertama Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan pemerintah Hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931. Pada masa kemunculan berbagai studie club pada tahun 1925-an, sebagai anggota salah satu perkumpulan itu, ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timbul (1926-1930). Di majalah ini ia banyak menulis, terutama mengenai kesenian Jawa dan Kawruh Jawa.
Pada zaman pendudukan Jepang ia duduk sebagai anggota Syu Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun dan kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Chua Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan Pusat) dengan sebutan Gi-in atau anggota (1943). Setelah Poetera (poesat Tenaga Rakjat) terbentuk, ia pun duduk dalam Majelis Pertimbangan. Situasi di tanah air berkembang cepat. Setelah terdesak dalam medan pertempuran di pasifik, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl) di Jawa pada akhir Mei 1945 dan menunjuk Dr.Radjiman sebagai ketuanya. Beberapa waktu kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi Inkai dengan Ketua Ir.Soekarno dan wakil Drs.Mohammad Hatta, sedangkan Dr.Radjiman duduk sebagai salah seorang anggota.
Pada awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, seluruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan memimpin rapat pertama lembaga itu. Pada tahun 1950-1952 menjadi anggota DPR di Jakarta. Walaupun telah berusia lanjut, pikirannya masih jernih sehingga diangkat sebagaiSesepuh. Akhirnya pada tanggal 20 September 1952 Radjiman wafat di Walikukum, Ngawi Jawa Timur. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman Yogyakarta, berdekatan dengan makam Dr.Wahidin Sudiro Husodo yang telah membesarkannya.


Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat (lahir di Yogyakarta21 April 1879 – meninggal di NgawiJawa Timur20 September 1952 pada umur 73 tahun) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia.
Pendidikan
Dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan pada usia 24 tahun mendapat gelar Master of Art. Ia juga pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula beliau secara khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.

Karier di Boedi Oetomo
Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914-1915. 
Menjadi ketua BPUPKI
Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pemboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.
Karier selanjutnya
Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPAKNIP dan pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.
DAFTAR PUSTAKA

Sugito SH, A. T. Drs., DR. KRT. RAJIMAN WEDYODININGRAT : Hasil Karya dan Pengabdiannya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1998.

RINCIAN BUKU
Judul Buku                  :  DR. KRT. RAJIMAN WEDYODININGRAT :
                                       Hasil Karya dan Pengabdiannya
Pengarang                   :  Drs. A. T. Sugito, SH
Penyunting                  :  Sutrisno Kutoyo
                                       Drs. M. Soenyata Kartadarmadja.
Penerbit                       :  CV. PIALAMAS PERMAI
Tahun Terbit                :  1998
Kota Terbit                  :  Jakarta
Jumlah Halaman          :  103


Tidak ada komentar:

Posting Komentar