Jumat, 29 April 2016

PROGRAM WAJIB BELAJAR (WAJAR) 9 TAHUN YANG BELUM TERCAPAI, MASIHKAH WAJAR???


PROGRAM WAJIB BELAJAR (WAJAR) 9 TAHUN YANG BELUM TERCAPAI,
MASIHKAH WAJAR???
OLEH:

DESI RAHMAWATI
Dosen Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta


Seiring perkembangan peradaban umat manusia, pendidikan sampai saat ini masih diyakini dapat mengantarkan seseorang  menjadi pribadi yang lebih beradab dan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang bermartabat dan sejahtera. Itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan hamba-Nya untuk selalu menuntut ilmu. Di dalam Q.S Al-Mujadalah ayat 11 Allah menjanjikan akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
Menyadari pentingnya pendidikan sebagai jalan bagi seseorang dalam membuka cakrawala dunia dan lebih dari itu sebagai sarana dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan hidup umat manusia, maka pemerintah dalam hal ini melakukan intervensi dengan mencanangkan program wajib belajar 6 tahun. Program ini mulai dicanangkan pada 2 Mei 1984 yang selanjutnya meningkat menjadi wajib belajar 9 tahun. Program ini dicanangkan pada 2 Mei 1994 oleh Bapak Soeharto yang saat itu menjabat sebagai presiden (payung hukum yang menaunginya yaitu Kepmendikbud No. 0306/U/1995 tentang pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar dan diperbaharui dengan keluarnya PP No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar) . Dengan dicanangkannya WAJAR 9 tahun, maka seluruh warga Negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun (dengan tetap menampung warga Negara yang berusia 6 tahun jika daya tampung masih ada dan yang berusia di atas 15 tahun jika belum lulus) berhak mengenyam pendidikan dasar melalui berbagai jalur pendidikan, baik jalur formal (SD/MI/bentuk lain yang sederajat sampai SMP/MTs/ bentuk lain yang sederajat), jalur Non formal (paket A yang setara SD sampai dengan paket B yang setara SMP), dan jalur informal (pendidikan keluarga/pendidikan lingkungan). Konsekuensi logisnya adalah pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat wajib mendukung WAJAR 9 tahun. Dukungan apa yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah? Diantaranya dengan menjamin terselenggaranya WAJAR  9 tahun tanpa memungut biaya dan memberi bantuan biaya pendidikan bagi orang tua/wali yang tidak mampu membiayai pendidikan (Dalam pasal 9 PP No. 47 Tahun 2008). Adapun dukungan masyarakat salah satunya dengan menjadi orang tua asuh.
Setelah berjalan kurang lebih 22 tahun (1994-2016), beberapa program yang sudah dilakukan pemerintah antara lain adalah: memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) (tahun 2016, dana BOS yang diberikan di SD Rp.800.000,-/siswa/tahun dan untuk SMP sebesar Rp.1.000.000,-/siswa/tahun berdasarkan permendikbud 80 Tahun 2015 tentang petunjuk teknis penggunaan dan pertanggungjawaban dana BOS untuk SD dan SMP), memberikan bantuan siswa miskin (BSM) sebesar Rp.450.000,- per tahun untuk SD dan Rp.750.000,- per tahun untuk SMP.
Akan tetapi, di dalam renstra kemendikbud 2015-2019, menyatakan bahwa penuntasan wajib belajar 9 tahun masih menemui kendala, hingga tahun 2014, masih terdapat 146 kabupaten/kota (29,4%) dengan Angka partisipasi murni (APM) SD di bawah 95%, dan sebanyak 169 kabupaten/kota (34%) dengan APM SMP di bawah 95%.  itu artinya belum semua anak usia 7-15 tahun selesai menamatkan pendidikan hingga lulus SMP/Paket B. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi ekonomi yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja terseok-seok, faktor geografis dengan jarak sekolah-tempat tinggal belum terjangkau, faktor adat istiadat yang masih belum memahami manfaat pendidikan, kekurangan guru di daerah terpencil, dan masih banyak pungutan lain yang dibebankan pada anak meski pemerintah sudah mengatakan gratis (dengan kata lain sekolah gratis hanya slogan semata, tapi faktanya berbeda)
Lantas, apa yang bisa dilakukan dalam mengentaskan wajib belajar 9 tahun? Jika menilik jalur pendidikan yang ada di Indonesia, tidak hanya melalui jalur formal, akan tetapi jalur nonformal dan informal pun dapat ditempuh dalam mengikuti wajib belajar 9 tahun. Pemerintah dapat memberikan informasi yang lebih intens kepada masyarakat mengenai pendidikan non formal yang bisa ditempuh oleh mereka yang setara dengan pendidikan formal di samping menambah kantong-kantong yang menyelenggarakan program paket A atau paket B. Sejauh pengamatan penulis, informasi mengenai pendidikan melalui program paket A dan paket B masih sangat minim, sehingga dalam hal ini bidang PNFI dapat lebih aktif memberikan sosialisasi dan tentunya mengawasi pelaksanaan paket A dan B, sehingga dari segi pembiayaan tidak memberatkan mereka yang secara ekonomi sulit.
Selain itu jalur informal pun dapat ditempuh. Yakni dengan memanfaatkan masyarakat sekitar yang memiliki kemampuan dalam memfasilitasi anak usia 7-15 tahun agar dapat mencapai kompetensi yang di harapkan. Dalam hal ini, peran PNFI,  mahasiswa, karang taruna, praktisi pendidikan di lingkungan sekitar sangat penting. Adapun penyelenggaraannya dapat di lakukan di rumah/di masjid/di manapun. Hanya saja perlu ada dukungan dari dinas pendidikan setempat dalam memfasilitasi pendidikan informal ini, dengan memberikan kemudahan pada mereka dalam pengurusan ujian kesetaraan. Saatnya mahasiswa berkontribusi dalam penuntasan wajib belajar 9 tahun melalui karang taruna yang ada di lingkungan tempat tinggalmu. Karang taruna dapat membuat program wajib belajar 9 tahun dengan cara: 1) Mendata anak-anak usia 7-15 tahun yang belum sekolah/yang putus sekolah dengan berbagai kendala yang mereka miliki, 2) bekerja sama dengan PNFI dinas pendidikan setempat menyelenggarakan pendidikan informal untuk anak usia 7-15 tahun, 3) secara konsisten memberikan layanan pendidikan sehingga anak siap untuk mengikuti ujian yang diselenggarakan pemerintah (Paket A atau B).

~~~Semoga bermanfaat~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar