PROGRAM WAJIB BELAJAR (WAJAR) 9 TAHUN YANG
BELUM TERCAPAI,
MASIHKAH WAJAR???
OLEH:
DESI
RAHMAWATI
Dosen
Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta
Seiring
perkembangan peradaban umat manusia, pendidikan sampai saat ini masih diyakini
dapat mengantarkan seseorang menjadi pribadi
yang lebih beradab dan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang bermartabat
dan sejahtera. Itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan hamba-Nya
untuk selalu menuntut ilmu. Di dalam Q.S Al-Mujadalah ayat 11 Allah
menjanjikan akan
mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
Menyadari
pentingnya pendidikan sebagai jalan bagi seseorang dalam membuka cakrawala
dunia dan lebih dari itu sebagai sarana dalam memberikan kontribusi bagi
perbaikan hidup umat manusia, maka pemerintah dalam hal ini melakukan
intervensi dengan mencanangkan program wajib belajar 6 tahun. Program ini mulai
dicanangkan pada 2 Mei 1984 yang selanjutnya meningkat menjadi wajib belajar 9
tahun. Program ini dicanangkan pada 2 Mei 1994 oleh Bapak Soeharto yang saat
itu menjabat sebagai presiden (payung hukum yang menaunginya yaitu Kepmendikbud
No. 0306/U/1995 tentang pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar dan diperbaharui
dengan keluarnya PP No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar) . Dengan dicanangkannya
WAJAR 9 tahun, maka seluruh warga Negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun (dengan
tetap menampung warga Negara yang berusia 6 tahun jika daya tampung masih ada dan
yang berusia di atas 15 tahun jika belum lulus) berhak mengenyam pendidikan
dasar melalui berbagai jalur pendidikan, baik jalur formal (SD/MI/bentuk lain
yang sederajat sampai SMP/MTs/ bentuk lain yang sederajat), jalur Non formal (paket
A yang setara SD sampai dengan paket B yang setara SMP), dan jalur informal
(pendidikan keluarga/pendidikan lingkungan). Konsekuensi logisnya adalah
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat wajib mendukung WAJAR 9 tahun. Dukungan
apa yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah? Diantaranya dengan
menjamin terselenggaranya WAJAR 9 tahun
tanpa memungut biaya dan memberi bantuan biaya pendidikan bagi orang tua/wali
yang tidak mampu membiayai pendidikan (Dalam pasal 9 PP No. 47 Tahun 2008). Adapun
dukungan masyarakat salah satunya dengan menjadi orang tua asuh.
Setelah
berjalan kurang lebih 22 tahun (1994-2016), beberapa program yang sudah dilakukan
pemerintah antara lain adalah: memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS)
(tahun 2016, dana BOS yang diberikan di SD Rp.800.000,-/siswa/tahun dan untuk
SMP sebesar Rp.1.000.000,-/siswa/tahun berdasarkan permendikbud 80 Tahun 2015
tentang petunjuk teknis penggunaan dan pertanggungjawaban dana BOS untuk SD dan
SMP), memberikan bantuan siswa miskin (BSM) sebesar Rp.450.000,- per tahun
untuk SD dan Rp.750.000,- per tahun untuk SMP.
Akan
tetapi, di dalam renstra kemendikbud 2015-2019, menyatakan bahwa penuntasan wajib
belajar 9 tahun masih menemui kendala, hingga tahun 2014, masih terdapat 146
kabupaten/kota (29,4%) dengan Angka partisipasi murni (APM) SD di bawah 95%,
dan sebanyak 169 kabupaten/kota (34%) dengan APM SMP di bawah 95%. itu artinya belum semua anak usia 7-15 tahun selesai
menamatkan pendidikan hingga lulus SMP/Paket B. Hal tersebut antara lain disebabkan
oleh kondisi ekonomi yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja
terseok-seok, faktor geografis dengan jarak sekolah-tempat tinggal belum
terjangkau, faktor adat istiadat yang masih belum memahami manfaat pendidikan,
kekurangan guru di daerah terpencil, dan masih banyak pungutan lain yang
dibebankan pada anak meski pemerintah sudah mengatakan gratis (dengan kata lain
sekolah gratis hanya slogan semata, tapi faktanya berbeda)
Lantas,
apa yang bisa dilakukan dalam mengentaskan wajib belajar 9 tahun? Jika menilik
jalur pendidikan yang ada di Indonesia, tidak hanya melalui jalur formal, akan
tetapi jalur nonformal dan informal pun dapat ditempuh dalam mengikuti wajib
belajar 9 tahun. Pemerintah dapat memberikan informasi yang lebih intens kepada
masyarakat mengenai pendidikan non formal yang bisa ditempuh oleh mereka yang setara
dengan pendidikan formal di samping menambah kantong-kantong yang
menyelenggarakan program paket A atau paket B. Sejauh pengamatan penulis, informasi
mengenai pendidikan melalui program paket A dan paket B masih sangat minim,
sehingga dalam hal ini bidang PNFI dapat lebih aktif memberikan sosialisasi dan
tentunya mengawasi pelaksanaan paket A dan B, sehingga dari segi pembiayaan
tidak memberatkan mereka yang secara ekonomi sulit.
Selain
itu jalur informal pun dapat ditempuh. Yakni dengan memanfaatkan masyarakat
sekitar yang memiliki kemampuan dalam memfasilitasi anak usia 7-15 tahun agar
dapat mencapai kompetensi yang di harapkan. Dalam hal ini, peran PNFI, mahasiswa, karang taruna, praktisi pendidikan
di lingkungan sekitar sangat penting. Adapun penyelenggaraannya dapat di
lakukan di rumah/di masjid/di manapun. Hanya saja perlu ada dukungan dari dinas
pendidikan setempat dalam memfasilitasi pendidikan informal ini, dengan
memberikan kemudahan pada mereka dalam pengurusan ujian kesetaraan. Saatnya mahasiswa
berkontribusi dalam penuntasan wajib belajar 9 tahun melalui karang taruna yang
ada di lingkungan tempat tinggalmu. Karang taruna dapat membuat program wajib
belajar 9 tahun dengan cara: 1) Mendata anak-anak usia 7-15 tahun yang belum
sekolah/yang putus sekolah dengan berbagai kendala yang mereka miliki, 2)
bekerja sama dengan PNFI dinas pendidikan setempat menyelenggarakan pendidikan
informal untuk anak usia 7-15 tahun, 3) secara konsisten memberikan layanan
pendidikan sehingga anak siap untuk mengikuti ujian yang diselenggarakan
pemerintah (Paket A atau B).
~~~Semoga
bermanfaat~~~